Babak Baru Polemik GITJ Dermolo Jepara

Oleh: Tedi Kholiludin

Awal 2021, kasus penggunaan Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ) Dermolo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, memasuki babak baru, yakni terbitnya surat keputusan dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Jepara yang salah satu poin pentingnya adalah merekomendasikan status bangunan sebagai Rumah Ibadah (Gereja) sah dan secara resmi dapat dipergunakan sebagaimana peruntukannya.

Surat keputusan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Nomor : 01/FKUB-JPR/I/2021 tentang Rekomendasi Penggunaan Bangunan yang Diduga Diperuntukkan Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ) Desa Dermolo Kecamatan Kembang Kabupaten Jepara. Pada 4 Januari 2021, surat tersebut dikeluarkan.

Dalam surat tersebut FKUB meminta dua instansi pemerintah berperan serta. Kepada Kementerian Agama Kabupaten Jepara, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jepara menyampaikan pendapat sesuai amanat SKB Nomor : 1/1969 tentang Pendirian Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ) Desa Dermolo Kecamatan Kembang Kabupaten Jepara mendasarkan pada Surat Keputusan Forum Kerukunan Umat Beragama ini.

Selain kepada Kemenag, FKUB meminta Bupati Jepara untuk berkenan menerbitkan Surat Keputusan tentang Keabsahan Pemanfaatan Gereja Dukuh Dombang RT 02/VI Desa Dermolo Kecamatan Kembang Kabupaten Jepara dengan IMB Nomor : 648/150 Tanggal 9 Maret 2002 sebagai Rumah Ibadah (Gereja) sah dan secara resmi dapat dipergunakan sebagaimana peruntukkannya.

Atas surat yang diterbitkan oleh FKUB tersebut, Kemenag Jepara kemudian menerbitkan surat tertanggal 11 Januari 2021 yang ditujukan kepada Bupati Jepara. Isinya, jika memang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) GITJ Dermolo adalah sah, maka surat-surat yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Jepara yang ditujukan untuk menghentikan pembangunan gereja harus segera dicabut.

Bupati Jepara kemudian menindaklanjuti dua surat tersebut dengan menerbitkan surat pada 27 Januari 2021. Pada surat bernomor 452.2/0412 tersebut, Bupati Jepara memutuskan bahwa IMB Nomor: 648/150 tanggal 9 Maret 2002 tentang IMB rumah ibadah (gereja) di Desa Dermolo RT.02/VI Kecamatan Kembang Kabupaten Jepara dinyatakan tetap berlaku. Surat yang ditujukan kepada pengurus GITJ Pepanthan tersebut mengakhiri polemik mengenai status gereja yang sejatinya telah memiliki izin sejak 2002.

Baca Juga  Isu-isu dalam Konflik Bernuansa Agama

Pekerjaan rumah yang masih tersisa dalam kasus ini adalah tentang mereka yang masih menolak kehadiran gereja. Dalam sebuah wadah bertajuk Forum Solidaritas Moslem Dermolo (FSMD), mereka bersikukuh untuk menolak kehadiran gereja dengan berpatokan pada surat bupati yang dikeluarkan pada 2002 tentang belum dimungkinkannya mendirikan rumah ibadah atau gereja di Dermolo. Desakan itu dikeluarkan melalui surat pernyataan sikap tertanggal 7 Januari 2021, tak lama setelah FKUB mengeluarkan surat rekomendasi.

Negara Hadir

Lepas dari masih ada warga yang menolak, catatan penting di tahun 2021 mengenai konflik pembangunan GITJ Dermolo adalah soal kehadiran negara. Sejak mengikuti dan memantau perkembangan serta dinamika tersebut, baru pada 2021 ini, pemerintah berani bersikap tegas.

GITJ adalah gereja yang telah memiliki IMB. Artinya secara legal, ini adalah gereja yang memiliki posisi hukum jelas. Sebelum 2021, posisi mereka selalu menggantung. Punya izin, tetapi tidak bisa menggunakan tempat yang sah menjadi milik mereka. Bahkan, untuk merayakan Natal, mereka kerap menggunakan halaman rumah pendetanya yang tak terlalu luas atau beribadah di rumah jemaat. Satu waktu mereka berjalan 7 kilometer untuk beribadah di gereja terdekat dari kampung mereka, karena gereja yang dimilikinya tak bisa digunakan.

Betapapun memiliki legalitas, karena ada tekanan dan penolakan dari masyarakat, pemimpin daerah di wilayah setempat tidak tegas mengambil sikap. Suara dari mereka yang menolak sering kemudian lebih didengar ketimbang legal formal. Yang terjadi kemudian, ada hak warga negara yang terlanggar dan terkatung-kataung belasan tahun lamanya. Itu yang tercermin dalam putusan pemerintah kabupaten setempat di tahun 2002 dan 2013.

Mereka yang menolak tentu memiliki hak untuk berbeda pendapat. Namun, koridor yang menjadi batasnya adalah hukum. GITJ, memiliki IMB yang menjadi kekuatan hukumnya. Karena itu, persoalan sosial (penolakan) tak bisa kemudian serta merta menggugurkan aspek legal. Selama bertahun-tahun, itu yang terjadi. Persoalan sosial kerapkali menjadi pertimbangan yang membuat legalitas menjadi tak bertaring.

Baca Juga  Dua Warga Kendal Dituntut 7 Bulan Penjara

Surat Bupati Jepara yang merupakan buah dari pembacaan FKUB serta Kemenag di tahun 2021 menjadi angin segar di tengah pesimisme atas peran negara yang masih belum maksimal dalam menjamin kebebasan beragama.

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

Tiga Tema Alkitab sebagai Basis Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam "Justice and Only Justice: A Palestinian...

Kekristenan Palestina dan Teologi Pembebasan: Berguru Pada Naim Stifan Ateek

Oleh: Tedi Kholiludin Ia adalah seorang Palestina dan bekerja sebagai...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini