[Brebes, elsaonline.com]– Dunia ini dibentuk secara inklusi seperti halnya yang dilahirkan dengan bentuk normal dan kekurangan, dilahirkan dengan rambut merah dan hitam, kalau tidak menerima semua itu berarti tidak inklusi.
Demikian kalimat pembuka Dosen Fakultas Syariah UIN Walisongo, Sahidin, saat memberikan materi dalam acara Kemah “Menggagas Desa Inklusif di Kabupaten Brebes” di Wisata Agro Kebun Teh Kali Gua, Kabupaten Brebes, Senin (25/4).
“Kalau harus menyamakan semua pendapat akhirnya tidak inklusi. Kalu dilihat, itu dari sananya sudah inklusi,” jelasnya.
Sahidin mengilustrasikan secara ringan bahwa sebenarnya negara Indonesia itu sudah diciptakan secara inklusi. Kalau dipikirkan secara ringan, negara Indonesia itu sudah terbentuk secara berpulau-pulau. Sama dengan agama, tidak harus Islam semuanya, atau Sapta Darma semua.
“Keberadaan itu multi kultur. Sekian orang lahirnya Sapta Darma, sekian persen islam, Kristen dan lain-lain. Kalau masyarakat punya kepercayaan seperti itu kenapa harus ditarik-tarik,”katanya.
Peran NU
Ditambahkan Sahidin yang juga sekretaris LP Ma’arif NU Jawa Tengah, membeberkan bahwasanya NU mempunyai jasa yang luar biasa untuk negara Indonesia, seperti yang pernah diucapkan Presiden Soeharto, bahwasanya NU itu sebagai garda depan mengawal Indonesia, indoneisa ada berbagai suku, agama dan ras.
“Dulu jaman Soeharto ingin membuat Indonesia negara islam namun tidak disetujui oleh Gus Dur,” jelas Sahidin.
Sejak awal NU memang sudah mengetahui negara ini inklusi. Ketika akan membangun desa inklusi itu nantinya semuanya bisa benar-benar nyaman, kerja nyaman. Sahidin juga mengatakan salut kepada bapak-bapak yang sudah siap menjadi penggerak inklusi.
“Nantinya semuanya bisa benar-benar nyaman, kerja nyaman gak ngintap-ngintip lagi, mau kesawah juga aman. Semua punya keyakinan hidup di dunia hanya sementara. Saya sangat salut bapak-bapak yang menjadi penggerak inklusi. Inklusi ya semuanya. Jangan menolak lahir kekurangan fisik, jangan dipinggirkan,”tukasnya. [elsa-ol/@AbdusSalamPutra/003]