Pada Jumat, 3 Januari 2023, Pemprov Jateng menggelar Musrenbang untuk peningkatan pembangunan di Jateng. Salah satu isu yang muncul pada Musrenbang adalah tentang penanganan masalah kekerasan pada perempuan dan anak. Pada Musrenbang itu Forum Kesetaraan dan Keadilan Gender (FKKG) mengusulkan lima point penting untuk mencari solusi atas kasus berbasis kekerasan pada perempuan dan anak.
Pertama, FKKG mengusulkan terkait dengan isu kekerasan terhadap perempuan. Uuslan itu diawali dengan mengapresiasi terhadap Pemprov Jateng yang menerbirkan Perda No. 2 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan. Dalam ketentuan umum dinyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah suatu tindakan berdasarkan pembedaan jenis kelamin yang mengakibatkan, atau bisa mengakibatkan penderitaan fisik, psikis dan/atau seksual terhadap perempuan, termasuk ancaman, pemaksaan atau perampasan kebebasan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di ranah publik maupun di ranah kehidupan pribadi (Pasal 1 angka 10).
Adapun Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan adalah segala upaya untuk mencegah terjadinya kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi terhadap perempuan dan untuk memenuhi hak perempuan korban (Pasal 1 angka 6). Dengan adanya Perda ini sudah semestinya seluruh elemen pemerintah mendukung komitmen Pemprov Jateng, salah satunya melalui sistem kontrol yang baik terhadap siapapun yang menjalankan tugas kepemerintahan.
Wujud konkritnya adalah perlu adanya Pakta Integritas Pejabat Publik Pemprov Jateng terhadap komitmen Anti Kekerasan. Usulan ini berdasarkan fakta adanya kasus KDRT yang dilakukan oleh pejabat publik di Jsteng pada tahun 2021. Tahun 2022, FKKG Jateng melakukan advokasi ke Komisi A dan Diskominfo Provinsi Jawa Tengah terkait dengan perekrutan KIP periode 2022-2026, usulan yang disampaikan adalah memastikan keseluruhan proses seleksi mempertimbangkan rekam jejak calon Komisioner bebas dari kekerasan.
Pakta Integritas
Selanjutnya, untuk memastikan hal ini dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dan berlaku di semua elemen pemerintahan, maka FKKG mengusulkan kepada Gubernur Jateng untuk membuat kebijakan tentang jaminan terhadap komitmen pemerintah Provinsi Jateng untuk bebas dari kekerasan baik terhadap perempuan maupun anak. Misalnya, salah satu substansinya mengatur tentang kewajiban penandatanganan pakta integritas bagi seluruh elemen pemerintah provinsi Jawa Tengah.
Usulan kedua berkenaan dengan isu perkawinan anak di bawah umur. Pencegahan pernikahan anak adalah salah satu dari 5 Arahan Presiden (4 lainnya adalah: peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan yang berperspektif gender, peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan dan pengasuhan anak, penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak dan penurunan pekerja anak).
Arahan ini ditindaklanjuti dengan sangat baik oleh Pemprov Jateng dengan Gerakan “Jo Kawin Bocah”. Namun demikian kasus pernikahan anak di Jateng masih tergolong tinggi. Tahun 2022 terdapat 11.366 kasus. Jika ditelusuri lagi, perkawinan anak ada yang tercatat di Pengadilan Agama karena mengajukan dispensasi menikah, namun masih sangat banyak perkawinan anak yang dilakukan secara siri. Fakta ini menjadikan kerentanan yang lebih tinggi bagi anak.
“Dengan situasi ini FKKG Jateng, mengapresiasi gerakan “Jo Kawin Bocah” Pemprov Jateng dengan tetap mendorong untuk terus dilakukan evaluasi dan peningkatan. Mengusulkan agar dilakukan pendampingan terhadap pasangan anak untuk meningkatkan resiliensi keluarga melalui pemenuhan administrasi kependudukan, peningkatan ekonomi, peningkatan pengetahuan hak-hak perempuan, peningkatan ketahanan sosial psikologis, ketahanan sosial budaya dan agama dan lain sebagainya. Pendampingan dapat dilakukan dengan strategi peningkatan kapasitas kader pendamping keluarga untuk melakukan pendampingan pernikahan usia anak,” tulis FKKG dalam rilisnya kepada media, 3 Februari 2023.
Keadilan Gender
Usulan ketiga FKKG adalah keterlibatan laki-Laki dalam mendorong kesetaraan gender. Partisipasi laki-laki dalam mewujudkan kesetaraan gender sangatlah penting karena relasi tidak pernah berdiri sepihak. Selalu ada minimal dua pihak sehingga pemahaman tentang nilai-nilai keadilan gender tidak cukup hanya dipahami oleh perempuan saja. Pada konteks perlindungan perempuan dan anak, peran laki-laki sangat penting karena selama ini pelaku kekerasan paling banyak adalah laki-laki.
Sehingga, pengetahuan nilai-nilai keadilan gender oleh laki-laki sangat penting untuk menurunkan angka kekerasan. Selama ini, edukasi pencegahan kekerasan terhadap perempuan sudah sangat masif. Di PKK mulai dari tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan hingga di tingkat dawis sudah digalakkan, namun sangat jarang menyentuh laki-laki.
Secara faktual angka kekerasan juga masih tinggi sehingga penting untuk melibatkan laki-laki dalam mencegah dan menurunkan angka kekerasan di Jateng. Saat ini di Jateng sudah terbentuk Garpu Perak (Gerakan Pria Peduli Perempuan dan Anak) yang telah dikukuhkan oleh Gubenur Jateng pada 18 Desember 2022 bersamaan dengan peringatan Hari Ibu. Berdasarkan hal tersebut FKKG Jateng mengusulkan agar gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Provinsi Jateng agar bisa menjadi gerakan yang masif melibatkan laki-laki dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Dukungan ini dapat dilakukan pertama-tama melalui kebijakan dengan menerbitkan regulasi. Salah satu “best practice” nya adalah Kota Semarang yang sudah memiliki Perda No. 11 Tahun 2021 tentang Pengarusutamaan Gender. Perda itu di dalamnya memuat pasal terkait dengan pelibatan laki-laki dan perempuan dalam semua organiasasi masyarakat. Perda semacam ini perlu didorong untuk diterbitkan juga di Kabupaten/Kota yang lain agar bisa diimplementasikan secara berkelanjutan dan komprehensif.
Ramah Anak
Usulan keempat, berkaitan dengan satuan pendidikan ramah anak. Sejak tahun 2014 Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah menetapkan Peraturan Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 8 Tahun 2014 tentang Kebijakan Sekolah Ramah Anak. Peraturan ini juga sudah dilengkapi dengan Buku Panduan Sekolah Ramah Anak yang diterbitkan dari tahun 2015.
Dengan ini maka semua satuan pendidikan mulai dari PAUD hingga SMA/K dan LB harus mengembangkan program SRA. Di Jateng sosialisasi dan deklarasi SRA sudah banyak dilakukan, namun secara faktual masih banyak kasus kekerasan di sekolah yang berujung pada pemutusan hak anak untuk mendapatkan hak pendidikan (dikeluarkan dan/atau diminta untuk mengundurkan diri) dari sekolah.
Misalnya dalam kasus kekerasan seksual, baik anak sebagai korban atau atau sebalai pelaku (yang hakikatnya juga merupakan korban). Dengan ini FKKG Prov Jateng mengusulkan evaluasi komprehensi terhadap implementasi SRA dan perlunya peningkatan kapasitas bagi pendidik dan tenaga kependidikan untuk penanganan kasus di satuan pendidikan dengan perspektif keadilan gender dan hak anak.
Usulan kelima, adanya pelibatan perempuan dalam pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan. Tahun 2022 Gubernur Jateng telah menerbitkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 35 Tahun 2022 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah Pada Terorisme. Pergub ini merupakan tindak lanjut Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah Pada Terorisme Tahun 2020-2024.
FKKG memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya karena Pergub ini adalah langkah progresif di mana salah satu bab nya memasukkan pengarusutaman gender. Selama ini isu ekstremisme seakan tidak terkait dengan perempuan. Padahal, dalam isu ekstremisme, perempuan setidaknya dapat berada di empat posisi yakni sebagai kelompok rentan, sebagai kelompok terpapar, sebagai kelompok terdampak, dan sebagai pelaku.
“Dengan ini FKKG Prov Jateng mengusulkan, penguatan kapasitas kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi radikalisme dan ekstremisme berbasis kekerasan, dengan membangun sistem deteksi dini dan respon dini (SITI) berbasis komunitas dan peka gender. Selain itu memperkuat budaya toleransi dan anti radikalisme berbasis ekstremisme kekeresan di sekolah dan perguruan tinggi yang responsif gender dengan cara integrasi kurikulum pencegahan tindak pidana terorisme dan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme dalam lingkup pendidikan formal dan non formal,” demikian Rilis FKKG Jateng. (S. Rofiah/Cep)