
[SALATIGA,elsaonline.com-] Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Krisna Jawa Darumurti mengatakan, adanya UU nomor 42/1999 tentang Jaminan Fidusia menarik untuk dikaji.
Pasalnya, banyak potensi yang bisa dikembangkan, salah satunya mendorong perekonomian bangsa. Namun, disamping ada potensi untuk mengembangkan ekonomi, juga ada potensi untuk mendiskriminasi pelaku ekonomi kecil.
“Apakah nantinya bank mau memberi pinjaman kepada usah-usaha mikro yang jaminannya tentu kecil. saya menangkap salah satunya itu,” katanya, pada “Workhsop Jaminan Fidusia dan Potensi dalam Mendorong Laju Ekonomi Negara” kerjasama Kanwil Kemenkumham Jateng dengan Fakultas Hukum UKSW, di Agrowisata Salib Putih, Salatiga, Senin (25/5/15).
Hadir pada acara tersebut Kepala Bidang Pelayanan Hukum, Kanwilkemenkumham Jateng, Setyawati, hadir pula Kepala Prodi MIH UKSW, Dr Tri Budiyono dan sejumlah notaris di wilayah Kota Salatiga.
Setyawati menambahkan, tentang jaminan fidusia sudah ada sejak lama. Namun, aturan spesifik baru ada tahun 1999 dengan diterbitkanya peraturan pemerintah. Semangat aturan tersebut sejalan dengan diratifikasinya Kovenan Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (Ekosob) menjadi UU 11/2005.
“Pada tahun 1999 jaminan fidusia tidak terlalu banyak. Fidusia semakin banyak ketika ada peraturan menteri keuangan, dimana diwajibkan adanya pendaftaran barang bergerak sebagai jaminan fidusianya, antara lain mobil dan motor,” tuturnya.
Ada aturan baru PP 21 tahu 2015 menggantikan PP 86 tahun 2000. PP tersebut mengatur secara teknis tentang pendaftaran jaminan fidusia. Teknis tersebut mencakup penghapusanya. Jika suatu benda sudah pernah menjadi jaminan fidusia dan belum dihapus pendaftaranya, tidak bisa dijaminkan lagi. Dalam PP tersebut juga diatur mengenai fee untuk notaris.
“Nah misal pinjaman 100 juta, maka fee nya 2.5 persen. Ini fee paling banyak, artinya tidak ada fee lebih dari angka itu. Nah ini bisa didiskusikan. Siapa yang dilindungi haknya secara hukum? Apakah kreditor atau debitornya,” sambung mantan kepala bidang pelayanan HAM tersebut.
“Dalam PP tersebut dihapuskan biaya royal. Selain itu diatur juga kejelasan pembuat akta jaminan fidusia termasuk nilai barang jaminanya. Artinya kalau barang jaminan fidusianya tidak dihapus, tidak bisa dijadikan sebagai jaminan lagi. Jika dijadikan jaminan kembali, maka itu termasuk wanprestasi,” tegasnya.
Dalam hal antisipasi adanya pemalsuan akta, sekarang menggunakan barcode.
“Jaman sekarang bisa kan. Pake kertas yang sama, ketikan yang sama dan akhirnya sama persis. Namun akta tidak akan bisa dipalsu karena menggunakan barcode. Sekarang sudah ada yang divonis 1 tahun 6 bulan karena pengalihan jaminan fidusia, biasanya hanya 3-6 bulan saja. Semoga semakin lama hukumanya, supaya pelakunya jera,” tegasnya.
Pendorong Ekonomi
Dosen hukum perdata dan hukum perbankan, Dr. Dyah Hapsari Prananingrum, yang menjadi narasumber mengatakan, adanya modal untuk meningkatkan ekonomi. Dalam setiap perusahaan, supaya bisa maju butuh adanya dana.
“Namun yang menjadi pertanyaan, darimana dana itu? Ada dua kemungkinan, pertama dari dana dari internal juga hasil dari kredit. Persoalan kredit ini erat kaitanya dengan jaminan yang diberikan debitor kepada kreditor,” terangnya.
Dalam perkembanganya, ternyata jaminan gadai dan jaminan hipotek tidak memadai. Sehingga muncul adanya jaminan fidusia karena dianggap lebih fleksibel. Lalu dimana letak peranan hukum untuk mendorong ekonomi dalam hal jaminan fidusia?
“Hukum harus menyeimbangkan antara kreditor dan debitor. Dalam hal ini ada aspek keadilan dalam jaminan fidusia ini, yakni untuk menjaga mekanisme sehat dan mencegah birokrasi yang berlebih,” paparnya.
Potensi yang terbesar dengan adanya jaminan fidusia ini adalah keuntungan bagi pelaku ekonomi mikro dan menengah. Alasanya, karena pelaku mikro dan menengah jumlahnya di Indonesia sangat banyak. Benda yang dapat dijaminkan oleh pelaku UMKM, lebih merupakan benda produksi dan transportasi.
Dimana beda jaminan tersebut masing sangat dibutuhkan. Namun, katanya, ada hambatan yang akan dialami oleh pelaku UMKM. Dalam usaha kecil, barang-barang berharga biasanya milik bersama.
“Namun demikian, fidusia mempunyai fungsi yang baik untuk perlindungan hukum. Dari sisi preventif adanya akta dan asuransi dan juga perlindungan hukum dalam bentuk represif,” tandasnya. (elsa-ol/Cecep-@Ceprudin-003)