Prof John. A Titaley Th.D, Rektor Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga menyampaikan hal tersebut dalam konferensi nasional I Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Semarang, Sabtu (13/6). Menurutnya, bangsa Indonesia dengan kekayaan agama warga negaranya, rawan mengalami konflik jika situasi tersebut tidak dikelola dengan baik.
“Kita membutuhkan sebuah religiositas bersama. Perlu keberagamaan yang menyatukan kita bersama yang beda agamanya ini,” terang Guru Besar Ilmu Teologi ini. Meski begitu, John mengingatkan kalau kebutuhan untuk membutuhkan keberagamaan bersama ini tidak berarti bahwa bangsa Indonesia perlu agama baru. “Kita tak harus bikin agama baru yang menyatukan. Yang diperlukan bangsa ini hanyalah bagaimana keyakinan yang kita miliki bisa menerima Pancasila sebagai dasar negara. Dan kita hidupi Pancasila dengan iman kita. Itu saja,” tambah John.
Kebutuhan bangsa Indonesia adalah formulasi yang disebut John sebagai religiositas sipil. “Iman Islam dan Iman Kristen itu bisa berbeda. Akan tetapi perbedaan itu berhenti di dalam diri kita masing-masing. Di luar diri kita, ketika kita berjumpa dalam ranah publik, kita sama-sama melaksanakan UUD 1945. Inilah cara menghubungkan iman warga dan negara secara baik. Tidak berarti iman mendominasi negara atau sebaliknya. Iman dan negara sudah selesai ketika negara dikaji secara teologis terlebih dahulu,” tambah John menjelaskan tentang apa yang ia sebut sebagai religiositas sipil tersebut.
John melanjutkan kedewasaan dan pendewasaan kehidupan beragama hanya akan terjadi dalam pendekatan seperti ini. Ketika hukum sudah menjadi acuan kehidupan bersama yang tidak bisa ditolak, lalu penerapan hukum sudah bisa terjadi dengan benar, maka disitulah terletak masa depan bangsa ini. [elsa-ol/TKh-@tedikholiludin/001]