Interaksi dengan orang yang berbeda-beda, baik dari asal, jenis kelamin, usia, serta agama menjadi suatu keniscayaan tersendiri. Hidup bergaul dengan yang berbeda sudah menjadi kebutuhan di era modernitas ini.
Kebutuhan dasar untuk menghormati sesama, tidak mencemooh yang lain itu coba dibangun para pemuda di Jawa Tengah. Melalui Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), sikap untuk saling menghormati yang lain disuarakan. Sikap yang bertolak dengan egoisme dan mau menang sendiri.
Iman Fadhilah, Ketua FKUB Generasi Muda berpesan secara khusus untuk itu dalam acara kemah pemuda Lintas Agama yang berlangsung beberapa waktu lalu di Agrowisata Salib Putih, Salatiga. Menurut Iman, meski mempunyai dasar yang berbeda-beda, sebetulnya ada kesamaan dan visi yang bisa dipegang bersama. Visi untuk hidup bersama, berdampingan dengan sikap saling tolong menolong dan menghormati keyakinan yang ada.
Iman menyampaikan, perbedaan adalah rahmat, bukan sebagai sarana untuk menghakimi yang lain. Cara untuk mendewasakan diri dengan bergaul dengan orang yang mempunyai berbeda keyakinan maupun agama penting diajarkan sejak dini. “Atas hal itulah, inisiasi untuk mempertemukan semua kalangan dari beragam payung dirasa sebagai langkah baik,” tuturnya.
Lukas Awi Tristanto, rohaniawan Katolik juga serupa. Kasih sayang Tuhan yang diberikan kepada umat manusia harus dipraktekkan oleh manusia. Kita, kata Awi, harus bisa menjelaskan maksud Tuhan memberi kasih sayang begitu besar. Kita juga harus bisa membagi kisah sayang itu kepada orang lain, laiknya tuhan memberi rezeki pada manusia.
Untuk itu, sikap lebih dari sekedar toleransi itu diperlukan. Toleran untuk menghormati sesama itu sudah menjadi keharusan, tapi harus lebih ditingkatkan kualitasnya. Dia yakin, selama pegangan toleransi tidak kuat, atau begitu-begitu saja suatu saat akan pudar. “Toleransi itu kan bisa ada yang menahan. Suatu saat jika batas toleransi itu jebol, ya sudah habis. Kami ingin bisa lebih dari sekadar toleran,” pungkas Awi, singkat. [elsa-ol/nazar-@nazaristik/001]