KH. Dian Nafi’: Toleransi Beragama Seperti Susunan Tower

 KH. Dian Nafi, Pengasuh Pondok Pesantren al-Muayyad Windan Makamhaji Sukoharjo, Jawa Tengah

KH. Dian Nafi, Pengasuh Pondok Pesantren al-Muayyad Windan Makamhaji Sukoharjo, Jawa Tengah

[Semarang –elsaonline.com] Kemajemukan masyarakat Indonesia dengan berbagai macam agama dan keyakinan yang mereka miliki, tujuannya sama, yakni untuk memperoleh kehidupan yang sejahtera sesuai dengan ajarannya masing-masing. Sebab misi yang diusung oleh agama tidak lain adalah sebuah kebaikan. Hal demikianlah yang disampaikan oleh KH. Dian Nafi’ pada acara Workshop Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan Pemuda yang diselenggarakan oleh Dinas Pemuda dan Olahraga di Griya Wijata Patemon, Gunungpati, Semarang, Rabu (7/5) kemarin.

Kyai Dian Nafi’ mengatakan tujuan beragama dari semua agama itu tetep satu. Ibaratnya seperti tower, tower itu memiliki banyak sekali elemen yang membuat dirinya berdiri, meskipun banyak elemen yang memperkuat tower terssebut, tetap ujungnya hanya satu. Sehingga elemen satu dengan yang lain saling menyokong dan membentuk sebuah ujung.

“Ibaratnya adanya berbagai macam agama yang ada itu seperti tower, yang memiliki 1 ujung yang harus disokong oleh berbagai elemen, untuk memperkuat tower tersebut diperluakan sekrup sebagai bentuk toleransi antara elemen satu dengan yang lain, ini seperti agama apabila penganut saling toleransi maka tujuannya akan tercapai”, kata Pengasuh Pondok Pesantren al-Muayyad Windan Makamhaji Sukoharjo, Jawa Tengah.

Adanya toleransi, lanjutnya, akan memperkuat perbedaan. Apabila tidak ada toleransi maka perbedaan agama akan selalu menjadikan sebuah konflik yang terkadang berujung pada kekerasan. Perbedaan agama menjadi tantangan bagi pemeluk agamanya, sehingga pemeluk agama dituntut untuk kompleks, semakin banyak perbedaan semakin berat tantangannya

“Tingkat kompleksitas toleransi itu dapat dibedakan, mulai toleransi dalam individu, keluarga, komunitas, bangsa dan negara, sehingga toleransi dalam diri individu itu akan lebih mudah dihadapi apabila dibandingkan dengan toleransi dalam keluarga, begitu juga seterusnya”, jelasnya.

Baca Juga  60 Persen dari 112 Siswa Haramkan Selamat Natal

Walaupun demikian, Kyai Dian mengingatkan bahwa dalam toleransi dalam perbedaan agama itu ada batasnya, jangan sampai toleransi itu kebablasan sehingga merusak diri sendiri. “Toleransi itu tetap ada batasannya, jangan sampai toleransi itu kebablasan dalam implementasinya”, tandasnya. [elsa-ol/Wahib-@zainal_mawahib]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

Gelap itu Nyata, Bangkit itu Janji: Antara Iman dan Harapan

Oleh: Tedi Kholiludin Saat dalam perjalanan mudik untuk berlebaran bersama...

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini