Laporan Tahunan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Jawa Tengah 2014

CoverPemantauan eLSA terhadap kasus bernuansa agama di Jawa Tengah pada tahun 2014 tetap dengan melihat dua jalur kasus; state actor dan non-state actor. Dengan bahasa lain, eLSA melakukan monitoring atau konflik antar kelompok masyarakat atau masyarakat dengan individu serta negara dengan masyarakat atau individu. Yang membedakan dengan laporan tahunan sebelumnya, pada laporan tahun ini ditambahkan dengan beberapa kasus yang menimpa penghayat kepercayaan.

Dari sisi kasus yang diduga mengandung unsur pelanggaran kebebasan beragama, tiga kasus ada dalam dapur dokumentasi. Sementara gesekan yang mengandung unsur agama di level masyarakat tercatat ada 7 peristiwa.

Data-data di atas menunjukkan beberapa hal yang patut dicermati. Pertama, dilihat dari aspek pihak-pihak yang terlibat, sejatinya tak ada yang baru. Konflik yang melibatkan FPI misalnya. Sama halnya seperti yang terjadi di Kendal tahun lalu, kali ini FPI berurusan dengan warga. Hanya motivasinya saja yang sedikit membedakan. Jika di Kendal warga terusak dengan FPI itu sendiri, di Wonosobo warga merasa tersinggung oleh substansi dakwahnya.

Kedua, isu terorisme masih menjadi bola panas. Dan Jawa Tengah selalu ada dalam pusaran itu. Sehingga penting bagi pihak keamanan untuk terus melakukan deteksi dini terhadap pergerakan mereka.

Ketiga, selalu ada himpitan antara isu agama dengan isu-isu yang lainnya. Kasus penolakan pembangunan STAKHONG menunjukan situasi tersebut. Pada gilirannya, persoalan agama tak melulu berhenti sebagai masalah agama semata, namun juga bertaut dengan problem lainnya.

Keempat, dari aspek penyelesaian kasus yang melibatkan negara, ada beberapa sedikit perbedaan. Dalam kasus surat undangan Camat Grobogan, penyelesaian dengan jalan damai, cukup patut diapresiasi. Sementara di Brebes, persoalan sempat memanjang ketika status tempat pemakaman di desa tersebut, sempat menjadi polemik. Sejatinya, setiap desa memang ada pemakaman umum, pemakaman yang benar-benar disediakan sebagai fasilitas publik. Masalah di Jepara, memang bak bola panas. Kasus ini sudah berjalan kurang lebih 12 tahun. Penolakan pembangunan rumah ibadah, berimbas kepada persoalan lain seperti halnya perayaan Natal, bahkan meski itu hanya dilakukan di emperan gereja. Jika di Brebes pemerintah kemudian menjanjikan akan memfasilitasi tempat pemakaman untuk penghayat, entah itu bentuknya tempat pemakaman umum dimana penghayat boleh dimakamkan disana, atau benar-benar lokasi khusus penghayat, tetapi di Jepara belum ada kejelasan tentang bagaimana nasib akhir dari GITJ, kecuali tawaran untuk menjadikannya sebagai rumah ibadah sementara.

Baca Juga  Kedekatan Intelektual dan Kedekatan Emosional

Kelima, jaminan konstitusional kepada semua warga negara ternyata tidak selalu berbanding lurus dengan praktek yang terjadi di lapangan. Meski tahun ini tidak ada peraturan daerah yang diskriminatif terhadap warga negara di Jawa Tengah, tetapi kenyataannya pembatasan terhadap kebebasan beragama masih sangat dirasa.

Download Laporan

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Pasar Tradisional dan Masjid Emas sebagai Penanda Kawasan Muslim Quiapo, Manila Filipina

Oleh: Tedi Kholiludin Quiapo adalah sebuah distrik yang berada merupakan...

Beristirahat Sejenak di Kapernaum: Renungan Yohanes 2:12

Oleh: Tedi Kholiludin “Sesudah itu Yesus pergi ke Kapernaum, bersama-sama...

Dua Peneliti ELSA Presentasikan Hasil Risetnya di Pertemuan Jaringan Penelitian HIV Indonesia

Jaringan Penelitian HIV Indonesia (JPHIV-Ina) menggelar pertemuan jaringan...

Liquid Identity: Saat Identitas menjadi Sebuah Entitas Muas

Oleh: Muhamad Sidik Pramono (Mahasiswa Magister Sosiologi Agama Universitas...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini