Max Muller dan “Science of Religion”

Oleh: Tedi Kholiludin

Nama lengkapnya Friedrich Maximillian Müller (1823-1900). Max Muller adalah seorang filusuf berkewarganegaraan Jerman. Hampir seluruh kehidupan akademiknya dihabiskan di Inggris. Muller melakukan penelitian yang sangat mendalam terhadap Hinduisme Kuno dengan bidikan utamnya pada aspek bahasa dan mitologi. Makanya, ia juga dikenal sebagai filolog selain filusuf.

Pada tahun 1870 ia memberikan kuliah umum dihadapan para guru besar, lalul mengenalkan sebuah istilah yang, sekilas, seperti mengandung kontradiksi; science of religion alias ilmu agama.

Ceramah-ceramahnya itu kemudian dibukukan. Salah satunya berjudul “Introduction to the Science of Religion” yang berisi empat kuliah Muller dan terbit tahun 1882. Pada salah satu kuliahnya, Muller menyampaikan, bagi sebagian orang, agama tampaknya terlalu sakral untuk dibahas secara ilmiah. Tak heran, kalau agama, lebih banyak ditinjau secara teologis, yang lebih bernuansa apologetik.

Apa yang membuat “science of religion” terkesan sebagai frasa yang didalamnya mengandung paradoks?

Fondasi agama adalah kepastian, sementara ilmu dipahat atas dasar keragu-raguan. Ilmu pengetahuan meniscayakan pelbagai eksperimentasi, perubahan atau revisi. Ada unsur spekulatif dalam ilmu pengetahuan yang berpunggungan dengan iman sebagai sesuatu yang tak bisa didialogkan.

Dengan mengajukan sebuah pengetahuan yang disebut sebagai science of religion, Muller bermaksud untuk membangun sebuah studi agama yang lebih analitis, tidak apologetik seperti halnya yang ditunjukan oleh kajian teologi konvensional. Ilmu agama sebagai disiplin, akan bermanfaat terhadap agama sekaligus pengetahuan.

Muller menyitir salah satu petikan puisi dari Johann Wolfgang von Goethe, “He who knows one language know none,” orang yang tahu satu bahasa tidak tahu apapun. Maksud Goethe, seperti disampaikan Muller bukan berarti orang seperti Shakespeare atau Homer tidak mengerti bahasa lain selain bahasa ibunya. Yang dimaksud adalah bahwa pada bahasa yang mereka miliki, disitu ada kekuatan dan strategi.

Baca Juga  Meluaskan Perspektif

Hal yang sama juga berlaku di agama. Kata Muller, He who knows one, knows none. Ada jutaan penduduk di muka bumi dengan segenap perbedaan latar belakang keyakinannya. Makanya mengenali dan melihat tradisi itu secara ilmiah, memungkinkan seseorang mendapatkan sudut pandang secara objektif. Inilah yang menjadi alasan Muller mengapa ia mengusulkan sebuah disiplin bernama ilmu agama.

Seperti halnya ilmuwan astrofisika yang menjelaskan kerja alam raya ini, serta laiknya ahli biologi yang piawai mengurai rantai makanan, begitupun ilmuwan pengkaji agama. Data tentang adat, tradisi, bahasa, kepercayaan bisa dikumpulkan lalu dipilah dan dianalisis menggunakan berbagai macam pendekatan. Dengan cara ini pembenaran keyakinan sendiri seraya menyalahkan tradisi yang lain, sudah tidak lagi mendapat tempat.

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Buka Bersama di Rumah Pendeta

Oleh: Muhamad Sidik Pramono Langit Salatiga Senin sore 18 Maret...

Tak Semua Peperangan Harus Dimenangkan: Tentang Pekerjaan, Perjalanan dan Pelajaran

Tulisan-tulisan yang ada di buku ini, merupakan catatan perjalanan...

Moearatoewa: Jemaat Kristen Jawa di Pesisir Tegal Utara

Sejauh kita melakukan pelacakan terhadap karya-karya tentang sejarah Kekristenan...

Bertumbuh di Barat Jawa: Riwayat Gereja Kristen Pasundan

Pertengahan abad ke-19, Kekristenan mulai dipeluk oleh masyarakat di...

Pengaruh Lingkungan Pada Anak Kembar yang Dibesarkan Terpisah

Anak kembar adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini