Media Bisa Menjadi Alat Advokasi

Rofiudin. Foto: Mustaqim
Rofiudin. Foto: Mustaqim
[Semarang-elsaonline.com] Selama ini media dianggap sebagai kelompok yang memperkeruh permasalahan yang ada di masyarakat. Terutama dalam pemberitaan soal agama. Karena masalah yang pada awalnya kecil menjadi besar akibat dari pemberiaan media yang membesar-besarkannya. Namun anggapan ini ditangkis oleh Rofiuddin, Mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang.
“Anggapan seperti itu tidak bisa digeneralisir untuk semua media, memang media dalam memberitakan soal agama itu ketika ada masalah, namun media ingin memberitakan sesuatu yang unik, terutama yang berkaitan dengan kemanusiaan,” kata Rofiudiin, yang juga menjadi Koordinator Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah dalam Seminar Menuju Jateng Inklusi, Senin (28/12) di Hotel Pandanaran.
Menurut Rofiduddin, ketika ada berita kasus penolakan pemakaman di Brebes ini bukan untuk memperkeruh masalah, namun ini mengandung misi yang tujuannya untuk kemanusiaan dan perlu ditindahlanjuti dengan cepat oleh pemerintah. “Jangan sampai kasus-kasus yang demikian menjadi bom yang akan siap mledak kapan pun di kemudian hari, apabila tidak segera ditindaklanjuti,” jelasnya.
Pemberitaan di media, lanjutnya, secara tidak langsung mendorong pemerintah untuk bergerak cepat untuk segera menyelesaikan masalah tersebut. Sebab apabila kasus-kasus yang seperti ini tidak diberitakan, apalagi kasus-kasus yang tempat yang terpencil, maka pemerintah bisa jadi tidak mengetahui kasus tersebut, sehingga kasus ini tidak terdeteksi oleh pemerintah.
“Media itu bisa menjadi alat advokasi, silahkan kelompok yang minoritas untuk memanfaatkan media untuk melakukan advokasi, semakin cepat kasus diberitakan maka semakin cepat pula kasus tersebut akan dideteksi oleh pemerintah dan ditindaklanjuti pemerintah” katanya.
Rofiuddin menambahkan bahwa dalam memberitakan harus mempertimbangkan etika jurnalistik. Jangan sampai pemberitaan ini menjadi alat yang tidak semestinya, seperti dijadikan alat untuk mengadudomda di masyarakat. “Tentu dalam menggunakan media ini harus dipertimbangkan etika,” tandasnya. [elsa-ol/Wahib-@mawahib/003]

Baca Juga  Sesepuh Sedulur Sikep Ternyata Pernah Jadi Tahanan Politik
spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

Gelap itu Nyata, Bangkit itu Janji: Antara Iman dan Harapan

Oleh: Tedi Kholiludin Saat dalam perjalanan mudik untuk berlebaran bersama...

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini