[Semarang – elsaonline.com] Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Surakarta bersikukuh mendakwa sembilan orang pelaku sweping di Kampung Boro, Kelurahan Jagalan Kecamatan Jebres dengan dakwaan alternatif. Kesemuanya didakwa pasal 170 ayat 2 ke-2 dengan ancaman pidana maksimal sembilan tahun.
Kesembilan terdakwa adalah Sutarno alias Ali Jakfar, Susilo, Zainal Arifin, Sardi, Mahmud, Juli Purwadi, Muhammad Rifai, Tri Hartono dan Hisam. Para pelaku diduga melakukan aksi sweping pada hari Minggu dini hari, 3 Februari 2013 di Jebres, tepatnya di samping rumah pemotongan sapi. Para pelaku ini diketahui adalah anggota sebuah organisasi massa yang kerap melakukan sweeping minuman keras di berbagai lokasi di Surakarta.
JPU Kejari Surakarta Satriawan Sulaksono dan Wan Susilo bergantian membacakan point tanggapan atas keberatan para terdakwa. Dalam tanggapan itu, JPU menilai ada tiga point penting, yakni pengadilan tidak berwenang mengadili, dakwaan tidak bisa diterima, tidak jelas dan tidak cermat, serta dakwaan salah penerapan pasal.
Keberatan soal pengadilan yang tidak berwenang dimentahkan JPU dengan alasan daerah tempat lokus pemeriksaan tidak memungkinkan dilakukan persidangan dengan jaminan keadaan yang tidak aman. “Dalam daerah yang tidak memungkinkan disidangkan, Pengadilan boleh menunjuk pengadilan lain untuk mengadili perkara tersebut. Ketentuan itu termuat dalam pasal 85 KUHAP dan sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan. Ketentuan untuk mengalihkan juga didasarkan pada surat dari kakajari di mana aparat kepolisian tidak mengizinkan karena dikhawatirkan terjadi ketidakamanan,” kata JPU Satriawan Sulaksano.
Satriawan kembali menilai jika keberatan yang diajukan penasehat hukum para terdakwa tidak berdasar sekaligus tidak berasalan. JPU berdalih hanya persidangan saja yang dilakukan di Semarang.
“PH membaca dakwaan secara parsial, penerapan pasal juga dimaknai parsial. Oleh karenanya, eksepsi tidak komprehensif. PH tidak bisa membedakan mana pasal dan fakta hukum dan eksepsi yang dimaknai PH keliru,” tambahnya.
Satriawan melaknjutkan jika aksi sweping atau razia dilakukan dengan menggunakan golok, tongkat besi, ketapel dan lain-lain. Sehingga baginya wajar jika dakwaan sudah jelas merujuk pada pasal 170 (2) ke 2. “Pasal tersebut sudah jelas-jelas menerangkan kekerasan terhadap orang atau barang dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama. Itu semua perbuatan pidana dua orang pada orang lain dan sudah jelas,” tambahnya.
Dengan pertimbangan itu, JPU kemudian meminta kepada majelis hakim untuk menolak semua keberatan yang diajukan para terdakwa. “Kami memohon majelis untuk menolak semua eksepsi para terdakwa, dakwaan sah dan bisa dijadikan dasar pemeriksaan perkara, dan pengadilan Negeri Semarang berwenang memeriksa dan mengadili perkara,” timpal JPU lain, Wan Susilo.
Selain menerapakan pasal 170, para terdakwa juga diterapkan dakwaan penyertaan pasal 55 ayat 1 ke-1. Terdakwa aslinya berjumlah 10 orang. Otak pelaku sweping hingga kini masih buron, yakni Eko Luwis. Ia ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polresta Surakarta.
Menangapi hal demikian, PH terdakwa, Budi Kuswanto menyayangkan jika pemeriksaan dilakukan di Semarang. “Inilah Indonesia, katanya aman malah disidangkan di Semarang,” kelakarnya.
Aksi sweeping sendiri dilakukan oleh sekelompok orang dari sebuah ormas di Surakarta. Dalam aksinya tersebut, mereka menganiaya dua warga Ngemingan, Jebres, serta merusak sepeda motor korban. Sekawanan pelaku mengenakan pakaian serba hitam dan memakai penutup muka. Di antara mereka, ada yang membawa bendera bertuliskan “La ilah illallah.” Warga yang menjadi korban penganiayaan melaporkan ke kepolisian. Setelah menerima laporan, aparat kepolisian lantas mengejar para pelaku dan kini melimpahkannya ke persidangan. [Nazar/elsa-ol]