(SEMARANG-elsaoline.com) Majelis hakim Pengadilan Negeri Semarang menolak seluruh poin eksepsi yang diajukan para terdakwa sweping di kampung Boro, Kelurahan Jagalan Kecamatan Jebres Surakarta. Hakim menilai eksepsi penasehat hukum terdakwa tidak mempunyai alasan hukum, sehingga patut untuk ditolak. Ini artinya, sembilan orang pelaku sweping ini akan menjalani proses pemeriksaan di meja persidangan.
“Mengadili, menolak eksepsi terdakwa untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan surat dakwaan sah menurut hukum dan bisa dijadikan dasar pemeriksaan,” kata ketua majelis hakim Ifa Sudewi, Senin (17/6).
Majelis Hakim juga menanggapi keberatan para terdakwa. Soal PN Semarang tidak berwenang mengadili dijawab majelis, dengan perintah Mahkamah Agung yang menunjuk PN melalui surat resmi. Penunjukan PN Semarang dilakukan karena Pengadilan tempat perkara (PN Surakarta) tidak memungkinkan melakukan persidangan.

Dalam kondisi daerah darurat, sesuai KUHAP boleh dialihkan ke pengadilan lain. Pengalihan persidangan kasus ini didasarkan pada Surat Kapolresta Solo kemudian ditindaklanjuti Surat Kejati Jawa Tengah.
“Berdasarkan pengamatan Kapolres Surakarta bahwa Surakarta tidak aman untuk melakukan sidang dengan asumsi para terdakwa mempunyai massa yang besar, sehingga memungkinkan terjadinya kericuhan,” tambahnya dalam amar putusan sela.
Majelis pun menggunakan dasar itu sekaligus memastikan jika informasi sudah memenuhi keadaan darurat. Dengan demikian, dakwaan yang diajukan JPU Surakarta sah dan bisa didasarkan hukum.
“Surat dakwaan tidak bertentangan dengan pasal 85 KUHAP. Keberatan para terdakwa tidak beralasan, sehingga patut ditolak,” tambah Ifa Sudewi.
Sembilan orang terdakwa adalah Sutarno alias Hamdullah alias Jakfar (39), Sardi alias Junaidi (39), Zaenal Arifin (42), Juli Purwadi (34), Muhammad Rifa’I (29), Muhammad Hisyam (24), Dauk Tri Hartono (40), Muhammad Yunus (23), Susilo (36). Kesemuanya sebelumnya didakwa dengan pasal 170 ayat 2 ke-2 dengan ancaman pidana maksimal sembilan tahun. Mereka dilimpahkan sejak 2 Mei 2013.
Para terdakwa juga didakwa pasal penyertaan, pasal 55 ayat 1 ke-1. Keberatan soal terdakwa yang ditangkap aparat dengan tidak ada bukti sehingga baginya perlu pembuktian. “Soal point keberatan terdakwa di mana perkara tersebut dimulai dari ajakan di masjid untuk amar ma’ruf nahi munkar. Majelis menilai perlu ada pembuktian, sehingga keberatan tidak dapat diterima,” tambahnya.
JPU Surakarta Satriawan Sulaksono dan Wan Susilo sebelumnya menduga jika para terdakwa telah melakukan aksi sweping pada hari Minggu dini hari, 3 Februari 2013 di Jebres, tepatnya di samping rumah pemotongan sapi. Para terdakwa diketahui adalah anggota sebuah organisasi massa yang kerap melakukan sweeping minuman keras di berbagai lokasi di Surakarta. Aksi sweping atau razia sendiri dilakukan dengan menggunakan golok, tongkat besi, ketapel dan lain-lain.
Para terdakwa aslinya berjumlah 10 orang. Otak pelaku sweping hingga kini masih buron, yakni Eko Luwis. Ia ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polresta Surakarta.
Atas penolakan itu, Anis Priyo Ansori selaku penasehat hukum terdakwa menyatakan banding. Namun, majelis tetap memerintahkan jaksa untuk melanjutkan pemeriksaan, dan meminta banding setelah selesai putusan akhir.
“Kami keberatan. Kami nanti minta BAP dari jaksa, nantikan pemeriksaan saksi, kalau tidak ada yang diketahui kami bisa nganggur disana,” kata Anis usai sidang.
Seperti diketahui, aksi sweeping dilakukan oleh sekelompok orang dari sebuah ormas di Surakarta. Dalam aksinya, mereka menganiaya dua warga Ngemingan, Jebres, serta merusak sepeda motor korban. Sekawanan pelaku mengenakan pakaian serba hitam dan memakai penutup muka. Di antara mereka, ada yang membawa bendera bertuliskan “La ilah ilallah.” Warga yang menjadi korban penganiayaan melaporkan ke kepolisian. Setelah menerima laporan, aparat kepolisian lantas mengejar para pelaku dan kini melimpahkannya ke persidangan. [nazar/elsa-ol]