
Semarang, elsaonline.com – Warga Penganut Kepercayaan di Jawa Tengah ramai-ramai memuji putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Warga Penganut Kepercayaan dari berbagai kelompok juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah berjuang untuk menegakkan keadilan bagi kelompok minoritas.
”Saya berterima kasih kepada hakim MK yang sudah memutus permohonan kami dengan adil. Kami juga berterima kasih teman-teman yang sudah berjuang mendapingi kami,” ucap salah satu pemohon uji materi Carlim, saat menghubungi eLSA Semarang, Selasa 7 November 2017 malam.
Saat menghubungi eLSA, Carlim masih dalam perjalanan dari Jakarta ke Brebes usai menghadiri sidang putusan MK. Ia bercerita, saat selesai sidang suasananya sangat haru. Bahkan ada yang menangis. ”Tadi itu pas habis sidang sangat ramai, ada wartawan juga. Ini saya baru sampai rumah makan dan langsung menelpon sampean,” tutur Carlim, kepada reporter elsaonline.
Seperti diberitakan, Majelis Hakim MK memutus, Penganut Kepercayaan dapat dicantumkam dalam kolom agama di kartu keluarga dan kartu tanda penduduk elektronik. Namun, MK menentukan pencantuman identitas kepercayaan itu tanpa perlu merinci aliran kepercayaan yang dianut
Tertib Administrasi
Menurut majelis hakim, hal tersebut diperlukan untuk mewujukan tertib administrasi kependudukan. Mengingat jumlah penghayat kepercayaan di Indonesia sangat banyak dan beragam. Keputusan itu disampaikan MK dalam sidang putusan uji materi perkara Nomor 97/PUU-XIV/2016 terkait aturan pengosongan kolom agama pada KK dan KTP.
Peraturan perundangan yang diujimaterikan itu yakni Pasal 61 Ayat (1) dan (2) serta Pasal 64 Ayat (1) dan (5) UU No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk juncto UU No. 24 Tahun 2013 tentang UU Adminduk.
“Pencantuman elemen data kependudukan tentang agama bagi penghayat kepercayaan hanya dengan mencatatkan yang bersangkutan sebagai ‘penghayat kepercayaan’ tanpa merinci kepercayaan yang dianut di dalam KK ataupun KTP-el,” ujar Hakim MK Saldi Isra saat membacakan putusan, seperti dikutip kompas.com.
Menurut MK, perbedaan pengaturan antarwarga negara dalam hal pencantuman elemen data penduduk tidak didasarkan pada alasan yang konstitusional. Pengaturan tersebut telah memperlakukan secara berbeda terhadap warga negara penghayat kepercayaan dan warga negara penganut agama yang diakui menurut peraturan perundang-undangan dalam mengakses pelayanan publik.
Pemenuhan Hak
”Majelis Hakim mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan kata ‘agama’ dalam Pasal 61 Ayat (1) dan Pasal 64 Ayat (1) UU No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk sebagaimana telah diubah dengan UU No. 24 Tahun 2013 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak termasuk aliran kepercayaan,” ujar Ketua MK Arief Hidayat.
Para pemohon sebelumnya menilai, ketentuan di dalam UU Adminduk itu tidak mampu memberikan jaminan perlindungan dan pemenuhan hak yang sama kepada penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau penghayat selaku warga negara.
Carlim bercerita, menjelang putusan persidangan ia selalu berdoa dalam sujudnya supaya hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Doa-doa itu ia panjatkan karena inilah titik balik perjuangan untuk menghapus diskriminasi yang dialaminya selama bertahun-tahun. Mulai dari penolakan pemakaman, dipersulit mengurus perkawinan dan adminduk lainnya.
”Minimal, sekarang ketika kami mengurus adminduk tidak dipersulit lagi. Tidak seperti dulu-dulu. Harusnya perangkat pemerintah khususnya catatan sipil sudah paham. Dan setelah ini harusnya pemerintah juga melakukan sosialisasi hingga pemerintah yang paling bawah,” harap Carlim.
Berterima Kasih
Ucapan terima kasih kepada MK juga datang dari Penganut Sapta Darma di Kabupaten Rembang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Pati, dan Rembang. Selain itu, Penganut Kepercayaan Ngesti Kasampurnan yang berpusat di Magelang juga menyampaikan terima kasih telah menunjukan keadilan yang sesungguhnya.
Direktur Yayasan Pemberdayaan Komunitas eLSA Semarang, Tedi Kholiludin juga menyambut baik dengan adanya putusan MK ini. Ia menilai, perjuangan untuk menegakkan keadilan dari sisi regulasi inilah yang penuh dengan perjuangan.
”Saya mengapresiasi putusan MK yang sudah mengabulkan permohonan para penghayat kepercayaan. Ini saya kira titik awal dari sebuah pengakuan negara terhadap penganut kepercayaan. Meskipun demikian, belum seutuhnya. Karena penganut kepercayaan tidak bisa mencantumkan nama kepercayaannya secara spesifik,” tutur Tedi. [Cep/03]