[Tegal –elsaonline.com] Konflik antara kelompok penghayat kepercayaan dengan pemeluk enam “agama resmi” kerap terjadi saat ada tumpang tindih identitas. Mereka yang beragama salah satu dari enam, dan pada saat yang sama juga mempraktekkan ritual-ritual yang selama ini diasosiasikan dengan kegiatan spiritual kelompok penghayat. Hal inilah yang ditengarai sebagai salah satu penyebab munculnya konflik.
Paguyuban Penghayat Kepercayaan “Maneges” Tegal membuat ketentuan yang agak tegas tentang hal ini. “Anggota Maneges haruslah penghayat murni. Ia menjadi penghayat dan tidak lagi memeluk agama yang dianggap resmi. Sehingga tak ada lagi pencampuradukan,” kata pimpinan Maneges, Rosa Mulya Aji, Minggu (7/9). Menurut Rosa, dengan begitu maka pembedaan akan terlihat jelas dan mencegah konflik karena identitas yang berhimpitan.
Paguyuban Maneges, yang anggotanya kurang lebih 30 orang ini berpusat di Slawi, Tegal. Meski bukan organisasi penghayat yang besar, tetapi mereka rutin mengadakan. Akhir bulan September ini, rencananya akan dibentuk Perwakilan Maneges di Jawa Timur. “Setelah itu rencananya Lampung lalu Bali,” tambah Rosa.
Rosa mengatakan kalau selama ini paguyuban yang dipimpinnya tidak berafiliasi ke salah satu organisasi penghayat kepercayaan, baik Badan Koordinasi Organisasi Kepercayaan (BKOK) atau Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK). “Tetapi, kami terdaftar di Kesbangpol dan Linmas, sehingga dari sisi legalitas kami memilikinya,” tambah alumnus Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Semarang tersebut. [elsa-ol/TKh-@tedikholiludin]
djuripurnomo4@gmail.com salam Rahayu..memang kita semua sudah berapa.tahun tidak tahu kebenaran sejati..kalau agama adalah alat pelurus jalan..padahal..yang ducapkan sana sini..itu adalah kosong tapi ada..la..manges saya sangat setuju dan mendukung..karena kalau Indonesia ini manusianya teges semua ketemu jati dirinya..semoga..terjadi..tentram..Indonesia..swun