“Warga negara memang penting untuk ikut berpartisipasi dalam berpolitik, khususnya warga nahdliyin,” kata Abu. NU sebagai organisasi masyarakat yang memiliki paham keagamaan Ahlussunah Waljamaah (Aswaja) menekankan betul prinsip nasionalisme dan keberagamaan. “Aswaja yang selama ini menjadi ruh dan fondasi dari gerakan NU harus selalu dijaga. Aswaja yang selama ini dikembangkan tentu hampir mirip sebagaimana organisasi lain, tapi NU agak berbeda dengan organisasi lainnya,” papar staf pengajar IAIN Walisongo Semarang tersebut.
Mahasiswa lulusan program doktoral Mahidol University, Thailand ini juga menjelaskan bahwa, organisasi yang mengklaim Aswaja sekarang ini cukup banyak. Namun itu berbeda dengan Aswaja ala NU. Aswaja yang dikembangkan oleh NU mendapatkan apresiasi dari bangsa ini. “48% warga Indonesia menganut paham NU,”terang ayah tiga anak ini.
Dalam sejarah Indonesia, NU memiliki pengaruh besar dalam bembesarkan dan memerdekakan bangsa ini. NU juga diapresiasi dan diakui betul oleh tokoh ataupun pemimpin bangsa ini sendiri. Pengakuan atau apresiasi dari pemimpin bangsa seperti Soeharto, mantan presiden kedua Republik Indonesia. “Beliau hingga sempat menghadiri acara muskernas NU dan menyampaikan kekagumannya pada NU,” kata Abu.
Saat bicara Aswaja ala NU, Soeharto mengapresiasi betul bahwa adanya NU menjadikan negara stabil. Masih menurut Abu Hapsin, sumbangan terbesar NU terhadap bangsa ini terletak pada agamannya. Karena dengan Aswaja ala NU ini, kondisi negara Indonesia menjadi stabil. Ini berkat pengembangan dan pemahaman keagamaan. Pemahaman aswaja telah memberikan fondasi dalam mengembangkan agamisme dengan nasionalisme di mana ini harus paralel. Di sisi lain, paham yang berkembang masyarakat juga mendapat legitimasi dari NU untuk mencegah pemberontakan.
“Ijtihad NU adalah untuk membuat umat Islam Indonesia merasa nyaman,” pungkasnya. [elsa-ol/Cahyono-@cahyonoanantato]