Khofifah: “Yang Suka Mengkafirkan, Jangan Didukung”

Khofifah Indar Parawansa (kerudung merah)
Khofifah Indar Parawansa (kerudung merah)
[Semarang –elsaonline.com] Menurut Imam al-Ghazali, wal mulku wad dinu tau`amani, faddinu ashlun was sulthanu harisun (politik dan agama itu saudara kembar, agama sebagai pondasi dan pemimpin sebagai penjaga). Jadi kita berpolitik dalam rangka fi hirasatid din wa siyasatid dunya, menjaga agama dan mengatur Negara.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU), Khafifah Indar Parawansa, dalam acara Sosialisasi Hasil Rakernas Muslimat NU Pengurus Wilayah (PW)-Pengurus Cabang (PC) Muslimat NU Se-Jawa Tengah di Hotel Santika Semarang, Sabtu (13/06).

Dengan waktu yang sangat terbatas Khofifah menghimbau kepada anggota Muslimat NU supaya dalam memilih presiden nanti tidak karena diberi uang atau asal-asalan, tapi benar-benar karena didasarkan pada latar belakang calon dan misi visinya.

Bagi Khofifah, presiden harus orang yang bisa menjaga agama. Menjaga artinya antara lain merawat tradisi keagamaan yang berkembang di masyarakat seperti tahlilan, diba’iyah, ziarah kubur, dan yang lainnya. Pemimpin tidak boleh memberangus tradisi-tradisi keagamaan itu. Oleh karenanya dalam memilih capres pada 9 Juli mendatang umat Islam harus tahu betul siapa capres yang dapat menjaga agama, termasuk Islam.

Walaupun masing-masing capresnya bukan bagian dari orang yang mudah mengkafirkan kelompok Islam tapi setidaknya bisa dilihat dari partai pendukungnya dan organisasi-organisasi masa (ormas) yang dekat dengannya. “Kita harus memilih pemimpin yang menjaga tahlil. Sholawatan dijaga pemimpinnya, bukan malah dikafirkan. Jangan memilih pemimpin yang didukung oleh orang-orang yang suka mengkafirkan orang-orang yang ziarah kubur dan tahlilan,” tegasnya.

Menurut juru bicara capres Jokowi itu, jika capres yang didukung oleh ormas-ormas radikal menang maka bukan hal yang tidak mungkin jika dikemudian hari kegiatan keagamaan yang sekarang dikafir-kafirkan dan dianggap syirik akan dibekukan. Oleh karena itu memilih pemimpin harus benar-benar orang yang bisa menjaga tradisi keagamaan. “Penguasa itu punya tugas menjaga,” terangnya.

Baca Juga  Jika Perlu, eLSA Bikin Pesantren

Isu Kristenisasi
Seiring dengan laju waktu yang mendekati pemilihan presiden dan wakil presiden ada banyak isu yang sengaja dihembuskan oleh orang-orang yang tidak senang. Salah satu isu yang kini sedang gencar di kalangan umat Islam adalah soal agenda kristenisasi yang dilakukan capres Jokowi. Menurut isu yang beredar, Jokowi beragama Kristen, saat menikah nama lengkapnya Arbertus.

Dalam menanggapi fitnah keji itu Khofifah menyampaikan bahwa isu-isu tersebut harus disikapi dengan tenang dan penuh kesadaran. Menurutnya, jika seseorang sadar dan akalnya tidak tumpul mestinya tidak akan percaya karena bagaimana mungkin Jokowi beragama Kristen sementara saat menikah saja dicatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Jadi tidak benar soal isu Jokowi beragama Kristen dan sekarang berpura-pura menganut Islam, demikian juga dengan isu Kristenisasi.

Tapi yang mengherankan bagi Khofifah, banyak tokoh Islam yang mempercayai isu itu dan ikut serta menyebarkannya melalui SMS. Tokoh agama yang seharusnya menjadi teladan malah berperilaku tidak baik. “Mereka ngakunya ahlus sunnah wal jama’ah tapi perilakunya malah ahlul fitnah. Kalau SMS fitnah Jokowi disebar itu berarti melakukan tindakan yang dosanya asyaddu minal qatl (lebih besar daripada pembunuhan, red). Itu yang menyedihkan dilakukan oleh al-mukarrom dan al-mukarromah (guru ngaji, red),” papar aktivis perempuan kelahiran Surabaya itu.

Khofifah sendiri sering dikatakan kafir dan murtad oleh beberapa kyai yang mendukung pasangan capres selain Jokowi. Pasalnya, setiap kali menerima pesan pendek atau telpon dari kyai yang menuduh Jokowi punya agenda kristenisasi Khofifah membalasnya dengan meminta kyai itu untuk klarifikasi. “Saya sering sekali menerima sms isinya fitnah terhadap Pak Jokowi. Saya jawab, mohon maaf pak kyai coba njenengan tabayyun (klarifikasi, red). Kyai-kyai itu malah menjawab, saiki awakmu wis keblinger Khof, kowe murtad (Sekarang kamu sudah sesat Khof, kamu murtad),” tuturnya menceritakan. [elsa-ol/KA@khoirulanwar_88]

Baca Juga  Belikrejo, Hidup Damai Ala Pedesaan
spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

Tiga Tema Alkitab sebagai Basis Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam "Justice and Only Justice: A Palestinian...

Kekristenan Palestina dan Teologi Pembebasan: Berguru Pada Naim Stifan Ateek

Oleh: Tedi Kholiludin Ia adalah seorang Palestina dan bekerja sebagai...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini