PMII Harus Melawan Gerakan Wahabi

Khoirul Anwar (kiri) dan Muhammad Guntur Romli
Khoirul Anwar (kiri) dan Muhammad Guntur Romli

[Semarang –elsaonline.com] Maraknya gerakan-gerakan Salafi Wahabi yang kerap masuk melalui Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dianggap sebagai tantangan bagi gerakan Islam toleran.

Hal ini yang menjadi titik pokok dalam diskusi “PMII dan Tantangan Gerakan Salafi Wahabi” Kamis, (17/04). Acara yang dihelat oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Syariah Komisariat Walisongo itu dilaksanakan di Kampus 3 IAIN Walisongo Semarang. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari rangkaian peringatan hari lahirnya PMII yang ke 54.

Khoirul Anwar, Sekretaris Jurnal Justisia yang didaulat sebagai pengantar diskusi tersebut berpendapat, gerakan-gerakan ini menjadi tantangan bagi kader Nahdlatul Ulama (NU) yang harus dihadapi dengan berbagai strategi.

“Gerakan Wahabi ini dimaknai sebagai tantangan dalam strategi pengembangan organisasi NU, khususnya di kampus-kampus umum. Di sini, bagaimana kader-kader NU menggalang kekuatan agar gerakan Islam toleran tidak terkena wabah Wahabi,” kata Anwar.

Diskusi yang menghadirkan Intelektual NU Muhammad Guntur Romli, mendapat respon hangat dari peserta diskusi. Setidaknya 50an peserta hadir dalam diskusi lesehan tersebut. Antusiasme itu muncul karena banyak dari kader PMII yang tak menyadari begitu kuat dan sistemiknya gerakan Wahabi berkeliaran di kampus-kampus umum.

Gerakan Salafi Wahabi, menurut Guntur harus dihadapi dengan serius. Karena ini akan mengancam pada eksistensi Islam yang ramah dan toleran. NU khususnya.

“Kekhawatiran perkembangan gerakan-gerakan Islam yang menjadi bumerang bagi eksistensi Islam yang toleran dan plural. Di Mesir misalnya, Ikhwanul Muslimin menjadi basis gerakan untuk melakukan hegemoni keagamaan. Di sini bagaimana kader NU mengaktualisasikan pemikiran-pemikiran NU, terutama di kota-kota besar,” terang Guntur.

Jika kita melihat sejarah, lanjut Guntur, kita tahu bahwa Indonesia dilahirkan oleh NU bersama dengan kelompok agama dan suku lainnya. “Jadi, Indonesia tidak akan pernah dikhianati oleh NU,” tegas Guntur. Apabila Indonesia dikatakan sebagai anak dari organisasi-organisasi masyarakat keagamaan yang ada pada saat itu, maka tidak mungkin NU yang turut melahirkan Indonesia, akan mengkhianati anak kandungnya.

Baca Juga  Warga Tionghoa Beri Penghargaan Gus Dur

Guntur menambahkan bahwa PMII lahir dari rahim NU. Selama ini NU berusaha sekuat tenaga menjaga toleransi dan kemajemukan Indonesia. “Karena itu PMII “haram” untuk menegakkan Syariat Islam (secara formal),” kata Guntur. Pertarungan ide, gagasan dan gerakan intelektual NU harus terus dikembangkan oleh anak-anak PMII. Penting juga untuk berjejaring dengan kelompok-kelompok pro demokrasi.

Di akhir, Guntur menegaskan bahwa gerakan PMII bukan hanya untuk organisasi sendiri, tapi juga untuk bangsa. “Tugas kader PMII adalah bagaimana mempertahankan demokrasi,” urai Guntur. [elsa-ol/Yon-@cahyonoananto]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Memahami Jalur Eskalasi dan Deeskalasi Konflik

Oleh: Tedi Kholiludin Konflik, dalam wacana sehari-hari, kerap disamakan dengan...

Tiga Pendekatan Perdamaian

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam artikel “Three Approaches to Peace: Peacekeeping,...

Wajah-wajah Kekerasan: Kekerasan Langsung, Kekerasan Struktural dan Kekerasan Kultural

Oleh: Tedi Kholiludin Johan Galtung (1990) dalam Cultural Violence membagi...

Memahami Dinamika Konflik melalui Segitga Galtung: Kontradiksi, Sikap dan Perilaku

Oleh: Tedi Kholiludin Johan Galtung dikenal sebagai pemikir yang karyanya...

Laporan Tahunan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Jawa Tengah 2024

ELSA berusaha untuk konsisten berbagi informasi kepada public tentang...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini