Rakyo: Penganut Sapto Darmo Mencari Keluhuran Budi

Rakyo
Rakyo
[Brebes –elsaonline.com] Sebanyak 25 orang dari berbagai latar belakang profesi melakukan sujud kerokhanian Sapta Darma di Sanggar Sapto Darmo Sitanggal, Kecamatan Larangan, Brebes, Kamis (29/5) malam. Sujud yang berarti sujud tentang asal mula manusia berlangsung khidmat dan khusuk. Sehingga dapat merasakan rasa semulia-mulianya manusia.

Menurut tuntunan Sapto Darmo Sitanggal, Rakyo (56), menuturkan, dalam menjalankan sujud perlu sikap sempurna agar dapat menikmati asas manfaatnya. Sebab, lanjut dia, apabila hal-hal tersebut belum bisa dilaksanakan, maka ia belum dapat melakukan hening. “Karenanya, mempelajari dan melakukan sujud bukanlah hal yang mudah,” ungkap pria kelahiran 21 September 1958 ini.

Rakyo memaparkan, dalam kerokhanian Sapto Darmo terdapat tiga cara sembahyang, yaitu sujud, wewarah tujuh dan sesanti. Menurutnya, sujud yakni duduk bersila dan bersedekap menghadap arah timur. Kemudian mengucapkan Allah Hyang Maha Agung, Allah Yang Maha Rokhim, Allah Yang Maha Adil. “Selanjutnya warga Sapta Darma akan membungkukkan badan tiga kali. Sujud dilakukan minimal sehari sekali,” ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, warga Sapta Darma juga diwajibkan melakukan tujuh hal kebaikan. Tujuh hal itu, jelas Rakyo, antara lain setia kepada Allah Hyang, mematuhi aturan-aturan negara, turut membela negara, tolong menolong, percaya kepada diri sendiri, memperhatikan kesusilaan dan yakin dunia itu tidak abadi. “Tentu saja, semuanya ini mengenai hal kebaikan yang harus dilaksanakan oleh warga Sapta Darma ini. Jadi, hal itu sama dengan ajaran agama lain yang juga mengajarkan kebaikan,” terangnya.

Meskipun demikian, ia mengakui bahwa warga Sapta Darma juga memiliki tempat ibadah sama halnya dengan pemeluk agama lainnya. Ia mengungkapkan, warga Sapta Darma biasanya mengunjungi tempat ibadahnya bernama Sanggar. “Tempat ibadahnya berupa Sanggar. Bentuknya ada dua macam sanggar yaitu Sanggar Candi Sapto Renggono dan Sanggar Candi Busono,” tandasnya.

Baca Juga  Agar Tidak Mengalami Gempa Budaya

Lebih jauh dia menambahkan, masuk kerokhanian Sapto Darmo berarti mencari jalan untuk mencapai keutamaan dan keluhuran budi pekerti. Ia menyatakan, jadi bukan sebaliknya tempat untuk mencari harta benda dan kekayaan materiil. “Karenanya yang bisa diperoleh adalah kebahagiaan. Sebab, dalam Sapta Darmo akan mendapatkan ketentraman, ketenangan dan kesabaran,” pungkasnya. [elsa-ol/Munif-@MunifBams]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

Gelap itu Nyata, Bangkit itu Janji: Antara Iman dan Harapan

Oleh: Tedi Kholiludin Saat dalam perjalanan mudik untuk berlebaran bersama...

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini