Sebab Beda Paham, Penghayat Urip Sejati Diserang

Heri Mujiono (kanan)
Heri Mujiono (kanan)
[Magelang –elsaonline.com] Pada 2009 penghayat kepercayaan Urip Sejati atau dikenal dengan Palang Putih Nusantara di desa Honggoroso kecamatan Borobudur kabupaten Magelang diserang Front Pembela Islam (FPI) setempat.

Kejadian ini bermula dari perdebatan tentang ajaran Urip Sejati dan Islam yang terjadi dalam obrolan ringan antara penganut Urip Sejati dengan rekannya penganut agama Islam yang juga aktif di FPI kabupaten Magelang. Kedua penganut agama yang sama-sama bekerja di pabrik kayu ini di tengah-tengah waktu istirahat berdiskusi tentang konsep ketuhanan. Setelah penganut Urip Sejati menjelaskan ajarannya, rekannya yang memeluk Islam tidak terima hingga terjadi adu mulut. Pemeluk Islam mengancam bahwa dirinya akan mengajak teman-temannya untuk menyerang para pemeluk Urip Sejati.

Ternyata ancaman itu bukan omong kosong, sehari setelahnya pemeluk agama Islam bersama teman-temannya yang tergabung dalam ormas Islam FPI mendatangi desa Honggoroso pada siang hari. Di desa yang mayoritas menganut penghayat kepercayaan Urip Sejati itu FPI Magelang memukuli semua penghayat Urip Sejati yang ia temui.

Kamijan (50), ketua penghayat Urip Sejati menjadi salah satu korban penyerangan ini. “Pak Kamijan itu yang paling parah, kepalanya berdarah, wajahnya luka-luka,” papar Heri (29), pengurus Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK) Magelang.

Bersahabat Pasca Konflik

Penyerangan yang memakan banyak korban luka-luka itu berhasil dihentikan oleh pemerintah setempat. Pasca konflik pemerintah mengundang kedua belah pihak untuk berdialog bersama dan menjalin perdamaian. “Saat itu Bakor Pakem langsung mempertemukan keduanya, terus masing-masing pihak menginginkan damai,” ujar Heri.

Dalam pertemuan itu orang-orang yang menyerang penghayat Urip Sejati meminta maaf kepada para korban dan menyatakan kalau tindakannya didorong oleh perintah dari seseorang yang tidak mau disebutkan namanya. “Orang-orang yang menyerang meminta maaf, katanya serangan itu karena perintah dari seseorang, tapi mereka tidak menyebutkan siapa nama orangnya,” paparnya, menambahkan.

Baca Juga  Tak Sebatas Buka Bersama di Vihara

Tak ingin berlarut-larut pemeluk Urip Sejati pun memaafkannya. Kini pasca penyerangan itu hubungan penghayat Urip Sejati dan penghayat lainnya dengan pemeluk Islam sangat baik. “Sejak itu akhirnya sampai sekarang hubungan kita dengan umat Islam aman, bersahabat,” pungkasnya. [elsa-ol/KA-@khoirulanwar_88]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

Gelap itu Nyata, Bangkit itu Janji: Antara Iman dan Harapan

Oleh: Tedi Kholiludin Saat dalam perjalanan mudik untuk berlebaran bersama...

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini