Isyeh seolah tak seperti pemuda biasanya ketika menuliskan namanya. Ketika menulis, ia membutuhkan waktu cukup lama. Dia harus menulis satu per satu kata hingga namanya tersusun rapi.
Isyeh adalah satu dari sekian peserta dari kaum Penghayat Kepercayaan murni yang mengikuti pelatihan paralegal. Dia berasal dari Sedulur Sikep Kudus, mewakili mertuanya yang juga tokoh sedulur Sikep, Budi Santoso.
“Saya baru kali ini ikut. Ini tadi berangkat bareng mas Gumani naik bis. Tapi ndak sampai ketemu, akhirnya naik becak hingga sini,” ujar Isyeh dengan nada gugup, Kamis, 2 Oktober 2014.
Pantas saja dia gugup, dia dan Gumani pertama kali mengikuti pelatihan di hotel. Apalagi harus berjalan jauh dari kediamannya di Desa Karangrowo Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus.
Meski tak bersekolah di sekolah formal, Dia sudah bisa menulis huruf. Meski masih kesulitan, usaha yang dilakukan akhirnya membuahkan hasil. Dia mulai terbiasa menulis, hingga akhirnya dikirim untuk ikut dalam pelatihan paralegal.
“Saya mboten (tidak) sekolah, menulis ya bisa tapi sulit. Kalau bahasa lain juga mboten saged (tidak bisa),” kata pria 18 tahun tersebut.
Isyeh sendiri mengharapkan untuk sedikit memahami soal hukum. Meski tak sekolah formal, pengetahuan soal hukum penting untuk dijadikan pedoman.
Pelatihan paralegal sendiri diselenggarakan Lembaga Studi Sosial Agama Semarang hingga Sabtu, 4 Oktober esok di Hotel Puri Garden Semarang. Pelatihan ini untuk membekali pengetahuan hukum bagi para penghayat kepercayaan agar lebih tenang dalam menghadapi persoalan-persoalan kepenghayatan tiap hari. [elsa-ol/Nurdin-@nazaristik]