[Semarang – elsaonline.com] Pemuda Lintas Agama, lintas keyakinan, lintas golongan, dan lintas organisasi di Semarang, Jawa Tengah, menggelar aksi damai dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda, Senin, (28/10). Mereka yang tergabung dalam acara ini terdiri dari Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang, Forum Kerukunan Umat Beragama Generasi Muda (FKUB-GM) Jawa Tengah, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Walisongo, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang, Pemuda Agama Khonghucu (PAKIN) Semarang, Oikos Fellowship Church, Lembaga Penerbitan Mahasiswa (LPM) Justisia, Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) IAIN Walisongo Semarang, dan PMII Komisariat Wahid Hasyim Semarang.
Acara dilangsungkan di bundaran tugu muda, yang merupakan pusatnya aktifitas di kota Semarang. Masa semula berkumpul di tengah alun-alun dan kemudian dilanjutkan dengan berjalan mengelilingi alun-alun Tugu Muda. Setelah melakukan aksi longmarch, masa berkumpul kembali di tengah alun-alaun dengan membuat lingkaran.
Peserta aksi yang berjumlah sekitar 100an lebih itu duduk santai sembari mendengarkan orasi, pembacaan puisi, teatrikal serta pertunjukan Baronsai. Martha Imeiliana perwakilan dari Oikos Fellowship menyumbangkan puisi yang bertemakan keragaman identitas bangsa Indonesia. “Isi bangsa ini sangat beragam, bahkan dari banyaknya golongan, aliran, dan etnis ini hingga tidak bisa menghitung dan menyebutnya satu-persatu,” lantun Melik, sapaan akrabnya. Sayangnya, lanjut Melik, keragaman etnis dan budaya ini tidak membuat Indonesia semakin maju, justru malah sebaliknya. Hadirnya identitas yang beragam ini, kerap dijadikan oleh segelintir orang yang memanfaatkan untuk menindas kelompok lain, mendiskreditkan satu sama lain.
Suara yang kurang lebih sama dilantunkan Edi Sembiring, pengurus PMII Komisariat Walisongo Semarang. Ia berteriak menggambarkan betapa terpuruknya bangsa ini. Sembiring, dalam orasinya mengeluh dengan kondisi bangsa ini yang semakin hari seolah semakin terkikis keutuhanya dengn aksi kekerasan antar sesama dan juga bobroknya moral birokrat pemerintahan. Serasa Indonesia tidak lagi dijunjung tinggi martabatnya. Namun semakin tersia-siakan. “Indonesia tanah air beta, disia-sia selamanya,” begitu ucap Sembiring.

Pembacaan puisi masih berlanjut. Kali ini Ahmad Fauzi, penulis buku muda yang mewakili eLSA tampil ke depan, turut menyumbangkan puisinya yang bertemakan “Revolusi”. “Kata orang dunia ini (Indonesia) adalah tanah surga. Peradaban pernah berdiri di negeri ini. Tapi, kondisi kali ini Indonesia terancam musnah karena perlakuan generasi mudah bangsa ini. Saat ini bangsa ini sudah dikuasai oleh kaum oligarki. Jika bangsa ini masih tetap seperti ini, yakinlah akan tiba saat revolusi. Tanda-tanda revolusi sudah nampak di atas sana. Namun masih menunggu waktu yang tepat,” ungkap Ahmad Fauzi.
Selain orasi, aksi ini juga dimeriahkan oleh penampilan baronsai. Uniknya, pemain baronsai ini adalah murid-murid Sekolah Dasar Kuncup Melati yang ada di bawah naungan Yayasan Khong Kauw Hwee yang beralamat di gang lombok nomor 60 Semarang. Penampilan sekitar 10an pemain cilik ini memukai peserta aksi maupun masyarakat yang saat itu kebetulan sedang melewati kawasan Tugu Muda.
Diakhir acara, Teater Soko Bumi, dari PMII Komisariat Walisongo turut meramaikan acara. Cerita yang diperankan cukup mengena dengan peringatan sumpah pemuda serta kondisi pemuda bangsa ini. Banyak sekali pesan-pesan yang tersampaikan melalui aksi teatrikal tersebut. Cerita yang diambil dalam aksi tetarikal tersebut menggambarkan malasnya generasi muda untuk belajar.

Kemudian dalam orasinya, salah satu peserta aksi berpesan kepada khlayak melalui drama yang diperankan agar para pemuda tetap semangat belajar untuk menjadi intelektual dan jangan melupakan sejarah. “Jadikanlah negara ini, negaramu. Jadikanlah bahasa ini sebagai alat pemersatu semangatmu. Pakailah baju identitasmu sendiri. Dan jangan lupa baca buku-buku sejarah perjuangan ini di masa lalu. Bangkit dan semangatlah pemuda bangsa ini. Tunjukan kalau kalian cinta terhadap bangsamu sendiri. Lakukanlah apa yang harus kamu lakukan. Bangkitlah anak muda Indonesia. Perjuangkanlah nasib negeri ini. Kebebasan berfikir untuk meluangkan gagasan dan pikiran untuk menopang intelektual butuh kekuatan mental yang kuat. Bangkitlah semangat muda Indonesia,” pungkas salah satu orator dalam aksi teatrikal itu.
Acara yang berlangsung sekitar 1,5 jam itu kemudian diakhiri oleh doa yang dipimpin Ketua FKUB-GM Iman Fadhilah. “Keanekaragaman ini adalah karuniamu ya Allah. Mohon pupuk cinta kasih kami untuk selalu bersama dalam bingkai keberagaman,” ungkap Iman Fadhilah dalam potongan doanya. (Ceprudin/elsa-ol)