Demikian disampaikan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, Drs. H. Abu Hapsin, Ph.D dalam sebuah diskusi ringan di Kantor Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA), selasa malam (31/3). Abu menyampaikan hal tersebut ditengah maraknya pemberitaan mengenai bergabungnya beberapa warga Indonesia ke barisan tentara Islamic State of Irak and Syria (ISIS). “Saya setuju untuk mencabut kewarganegaraan orang yang bergabung ke ISIS itu. Kalau mereka sudah tidak mau lagi komitmen dengan Pancasila, ya tidak usah jadi warga Negara Indonesia,” tandas Abu.
Benih radikalisme disalurkan melalui banyak institusi, salah satunya kampus. Makanya, menurut Abu, paham keislaman yang sesuai dengan visi keindonesiaan harus terus dikampanyekan, terutama, di kampus-kampus umum. “Sebagai ketua PWNU, saya memang memiliki tanggungjawab untuk menyebarkan visi Islam yang sesuai dengan konteks keindonesiaan,” terang pengajar Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo tersebut.
Sudjana Royat, Deputi Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra), yang juga ikut dalam obrolan ringan itu menambahkan bahwa kelompok keagamaan radikal menjadi tantangan bersama bangsa Indonesia. “Saya meyakini bahwa Islam itu rahmatan lil ‘alamin. Jadi kekerasan atas nama Islam itu tidak sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri sebenarnya,” tegas alumnus Planologi Institut Teknologi Bandung tersebut. [elsa-ol/TKh-@tedikholiludin/001]