(Semarang, elsaonline.com)- Salah satu aspek yang hilang dalam tradisi pemikiran Islam khususnya dunia pesantren dan Nahdliyyin adalah tradisi tabayyun atau klarifikasi. Hal tersebut diungkapkan oleh KH. Ubaidullah Shodaqoh SH, Katib Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah kepada elsaonline, (26/7).
Ditemui di kediamannya di kompleks PP. Al-Itqon Tlogosari Semarang, Gus Ubed, begitu beliau disapa, menuturkan bahwa sesungguhnya perbedaan pemikiran di kalangan Nahdliyyin itu memang sudah mengakar. Bahkan kyai-kyai yang sekarang dianggap kontroversial itu sesungguhnya adalah santri yang memiliki kemampuan lebih.
“Kenakalan pemikiran itu sebenarnya sudah ada sejak di pesantren” tutur Gus Ubed. Mereka itu, lanjut Gus Ubed memang sudah kontroversial sejak di pondok pesantren. “Mas Harits (KH. Harits Shodaqoh, pengasuh PP. Al-Itqon Semarang) itu juga nakal dan kontroversial di pondok” terangnya. Namun, memang tidak semua santri itu kontroversial.
Sayangnya, penyikapan terhadap perbedaan itu, sekarang tanpa disikapi dengan tabayyun. “Dulu kalau seseorang santri berpikir berbeda itu diminta menjelaskan kepada Kyainya, kenapa berpikir demikian”, kata Gus Ubed.
Gus Ubed menceritakan ayahnya pernah menjadi pengurus partai politik semasa menjabat pengurus NU wilayah. Kemudian, masalah ini menjadi polemik. Pesantren Lirboyo mengetahui hal ini dan memanggil beliau untuk tabayyun. Kemudian ditanya alasan mengapa terlibat dalam partai politiik. Setelah dijelaskan tumbuhlah pengertian diantara mereka.
Sekarang ini, sulit mencari kyai yang punya kapasitas untuk memanggil santrinya. Justru kyai-kyai ini banyak dimanfaatkan oleh mereka yang ada di sekitarnya. Mereka ini bukannya mengawal kyai-kyai, tapi memanfaatkannya. (elsa-ol/01).