Peringatan Hari Asyuro di Kota Semarang
Semarang -elsaonline.com Perempuan berbaju hitam berbaris panjang di satu meja tamu. Peserta laki-laki ada di meja yang lain. Di depan ballroom berukuran 35×48 meter persegi, panitia dari Yayasan Nurutstsaqolain menyediakan kantong untuk sandal atau sepatu peserta agar bisa dibawa serta masuk. Di sudut lain, aparat keamanan berjaga-jaga. Tidak ada pengamanan ekstra ketat kepada tamu atau pengunjung. Sewajarnya saja.
Kamis (20/9) siang itu panas memang tak terlampau terik. Meski awan mendung lamat-lamat terlihat, tapi hujan tak juga turun. Karenanya cuaca di sekitaran Gedung MAC Jalan Majapahit Semarang menjadi sangat bersahabat.
Tepat pukul 13.00, kegiatan Haul Cucu Nabi Muhammad, Sayyidina Husein bin Ali itu dimulai. Ridho Assegaf, selaku panitia pelaksana menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang memungkinkan acara bisa terselenggara dengan lancar. Pihak keamanan yang bersigap di tempat kegiatan dan menjamin keamanan seluruh pelaksanaan kegiatan sudah bersiap sejak pukul 07.00.
Setelah Ridho, sambutan silih berganti disampaikan oleh pelbagai pihak. Perwakilan umat Kristen, Katolik, Buddha, Hindu dan dari kalangan muslim sendiri. Ustadz Toha Musawa, salah seorang pimpinan di Pesantren Al-Hadi, Pekalongan didapuk sebagai pengisi pengajian. Persis seperti tahun lalu. Secara umum, peringatan Asyuro di Kota Semarang berlangsung lancar.
Beberapa hari sebelumnya, Forum Umat Islam Semarang (FUIS) sempat melayangkan surat kepada Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah. Mereka mendatangi Polda pada Senin (17/9) dan meminta pihak kepolisian untuk tidak memberi izin pelaksanaan Asyuro. Alasannya, dikhawatirkan menimbulkan keresahan dan konflik horizontal.
Audiensi kemudian berlanjut dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah. Kepada ketua MUI, KH. Ahmad Darodji, perwakilan FUIS dan Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) meminta MUI Jateng mengeluarkan fatwa tentang Syiah.
Menanggapi permintaan tersebut, Ketua MUI Jateng mengatakan bahwa di daerah tidak bisa mengeluarkan fatwa tentang Syiah, karena itu wewenang pusat. KH. Ahmad Darodji merekomendasikan kepada Polda Jateng agar kegiatan itu tetap dilaksanakan didalam gedung dan panitia diarahkan untuk tidak mengundang peserta dari luar Semarang.
Tak cukup mendatangi pihak aparat, kelompok FUIS dan Jamaah Anshorus Syariah (JAS) juga sempat menyambangi masjid Yayasan Nurutstsaqolain pada malam harinya. Tujuan aksi ini, tak lain sebagai bentuk unjuk kekuatan agar kegiatan peringatan Hari Asyuro urung dilaksanakan.
Namun, sampai kegiatan selesai dilaksanakan, elemen-elemen yang biasa melakukan penolakan; FUIS, ANNAS atau JAS tidak terlihat. Padahal, 2016 (di Masjid Nurutstsaqolain) dan 2017 (UTC Hotel) kelompok-kelompok tersebut rutin turun ke jalan menolak kegiatan Asyuro.
Dikemas Terbuka
Salah satu performa yang menarik dari kegiatan Peringatan Haul Cucu Nabi tahun ini adalah kemasan, topik serta konten ceramah pengajiannya. Meski seluruh kepanitiaan teknis berasal dari Yayasan Nurutstsaqolain, salah satu yayasan Syiah yang ada di Semarang, tetapi dalam persiapannya, mereka menggandeng kelompok lintas agama. Makanya, ada dua logo yang tertera di backdrop; Yayasan Nurutstsaqolain dan Pelita (Persaudaraan Lintas Agama). Pelita adalah jejaring lintas iman Kota Semarang yang menjadi penghubung elemen-elemen lintas agama.
Dalam persiapan-persiapan sebelum kegiatan dilaksanakan, keterlibatan kelompok Pelita menjadi penting, utamanya sebagai kanal untuk menyambungkan panitia inti kepada berbagai kelompok masyarakat dan pemerintah. Dari sini, panitia inti kemudian mengusulkan agar kegiatan Asyuro dibuat lebih terbuka dan dimungkinkan adanya keterlibatan kelompok lintas agama dalam rangkaian acara. Makanya, seorang Romo Katolik diberi kesempatan untuk memberi sambutan. Panggung juga diberikan kepada Bhiksu dan seterusnya.
Bahkan, tema kegiatan pun sangat berbanding lurus dengan komitmen kebangsaannya. “Dengan Menjalin Kebhinekaan Antar Umat Beragama, Kita Jadikan Modal Kekuatan Guna Menjaga Keutuhan NKRI,” demikian tema yang diusung.
Bingkai kegiatan yang terbuka ini kemudian digenapi dengan pesan Ustadz Toha Musawa dalam pengajiannya. Ia berbicara tentang makna universal dari agama. Meski titik pijaknya adalah peristiwa yang spesifik (terbunuhnya Imam Husein), tetapi ia mengambil intisarinya untuk kemudian menjadi pesan universal kemanusiaan.
“Perlu kiranya pada kesempatan ini, pada momen seperti ini, kita belajar lebih dalam lagi tentang tujuan utama adanya agama di muka bumi. Sehebat apapun kita bicara agama. Sepiawai apapun argumen yang disampaikan. Sebesar apapun ketabahan dan kesabaran yang dimiliki dalam mengawal dakwah mereka. Manakala setiap kali dakwah diganggu, dihadang, direcoki, tentunya sampainya misi suci kebenaran butuh waktu lama. Toh demikian, mereka mengedepankan kesatuan, perdamaian, cinta kasih, pencerahan kepada umat, siapapun mereka akan selalu gigih, teguh, dan akan selalu menjalankan misi suci, meski halangan merintanginya,” katanya membuka pengajian.
Fungsi beragama, lanjut Ustadz Toha, tidak hanya mencetak manusia menjadi baik. Mungkin orang dengan akalnya, nuraninya atau pendidikan yang diperolehnya, dia bisa menjadi baik. Agama diturunkan supaya umat dekat dengan Sang Pencipta. “Supaya umat memahami filosofi dari kehidupan. Supaya umat menjalin persaudaraan yang dengannya dapat sama-sama berjalan menuju kerelaan Sang Pencipta,” terang Ustadz.
Bagi Ustadz Toha, siapapun yang mengatasnamakan agama namun didalamnya melakukan intimidasi, tekanan, merasa benar sendiri, menteror orang lain, maka sikap itu sama sekali tak mencerminkan sikap beragama.
Konten ceramah ini, meski ada bagian-bagian tertentu yang berkaitan dengan kekhasan sejarah Islam, tentu sangat bisa dicerna oleh siapapun. Ini salah satu yang menjadi pembeda dari kegiatan Asyuro tahun 2018. Meski begitu, tradisi peringatan Asyuro yang lain seperti pembacaan maktam dan lainnya tetap dilaksanakan. [Tedi Kholiludin]