UU Desa, Peluang Kelompok Minoritas Untuk Berdaya

[Yogyakarta –elsaonline.com] Undang-Undang Desa nampaknya menjadi angin segar bagi masyarakat, karena dalam UU No.6 tahun 2014 tersebut memberikan kewenangan bagi pemerintah desa untuk mengelola desanya menjadi lebih baik sesuai yang masyarakat inginkan. Dalam pelaksanaannya pemerintah desa wajib melakukan musyawaran dari tingkat Dusun hingga Desa untuk membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).

Kewenangan di skala lokal adalah ruh dari UU Desa, sehingga pemerintah desa harus dipastikan fokus dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam menyusun perencanaan. Hal lain yang menarik, adat istiadat dan asal-usul desa diaokomodir dalam produk hukum ini.

Musyawarah sesuai yang yang diatur dalam peraturan tersebut harus melibatkan semua komponen masyarakat tanpa terkecualikan. Termasuk di dalamnya kelompok sedulur sikep yang selama ini terlibat aktif dalam pemerintahan desa.

“Karena sekali lagi ruh Undang-Undang Desa ada di kewenangan lokal,” tegas Yusuf Murtiono, aktifis senior desa, Direktur Forum Masyarakat Sipil Kebumen, ditemui eLSA dalam acara pelatihan perencanaan desa, beberapa waktu lalu.

Yusuf menambahkan dengan adanya UU Desa ini masyarakat mempunyai peluang yang sama dalam memperjuangkan hak-haknya dalam level desa, untuk terlibat dalam penyusunan perencanaan kegiatan sampai penganggaran.

“Kalau kita jujur mengamati dan meresapi nilai UU desa peluang kawan-kawan yang kaya akan nilai asal usul dan adat istiadat jadi sangat terbuka, bisa mengekplorasi, mengaktualisasi dirinya dengan proteksi undang-undang desa ini” tuturnya.

Perlu Kesiapan
Sementara dari sisi masyarakat termasuk sedulur sikep harus siap dengan implementasi Undang-Undang tersebut dengan mengawal dalam tingkat musyarat dusun dan desa. Mereka yang selama ini kurang mendapat perhatian harus berani menampilkan atas eksistensi dirinya, dan menyuarakan ide-idenya untuk kemajuan desa dan masyarakatnya.

Baca Juga  Menggagas Gerakan Perempuan Penghayat

“Kelompok-kelompok ini harus ada keberanian untuk menyuarakan aktualisasi dirinya, menampakkan dirinya, yang menjadi kekuatan dirinya itu apa, itu harus berani dikeluarkan oleh kelompok tersebut, tidak lagi mereka merasa terbelenggu, karena ada proteki dalam undang-undang desa,” tambahnya.

Selain itu pemerintah desa, baik Kepala Desa dan perangkatnya harus peka atas keburuhan masyarakat, mereka tidak bisa lagi melakukan perencanaan atas kemauannya, karena dalam ketentuannya Pemerintah desa harus melibatkan partisipasi publik.

“Pemerintah punya kewajiban atas mandat Undang-undang Desa” pungkasnya kepada elsaonline.com. [elsa-ol/Ubed-@UbbadulAdzkiya/001]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Memahami Jalur Eskalasi dan Deeskalasi Konflik

Oleh: Tedi Kholiludin Konflik, dalam wacana sehari-hari, kerap disamakan dengan...

Tiga Pendekatan Perdamaian

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam artikel “Three Approaches to Peace: Peacekeeping,...

Wajah-wajah Kekerasan: Kekerasan Langsung, Kekerasan Struktural dan Kekerasan Kultural

Oleh: Tedi Kholiludin Johan Galtung (1990) dalam Cultural Violence membagi...

Memahami Dinamika Konflik melalui Segitga Galtung: Kontradiksi, Sikap dan Perilaku

Oleh: Tedi Kholiludin Johan Galtung dikenal sebagai pemikir yang karyanya...

Laporan Tahunan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Jawa Tengah 2024

ELSA berusaha untuk konsisten berbagi informasi kepada public tentang...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini