Warga Tolak Pemakaman Penghayat Medal Urip

[Brebes – elsaonline.com] Di desa Wanasari Kecamatan Wanasari kabupaten Brebes Jawa Tengah pemakaman jenazah penghayat kepercayaan ditolak oleh warga. Tindakan intoleransi yang dilakukan warga desa itu terjadi pada tahun 2009 yaitu ketika salah seorang penganut kepercayaan Medal Urip bernama Kuwito Stepanus meninggal dunia.

Menurut warga desa setempat yang diprovokatori oleh segelintir tokoh agama dan tokoh masyarakat, jenazah non muslim tidak boleh dimakamkan di tempat yang berdekatan dengan makam umat Islam.

Berbeda dengan tindakan mayoritas warganya, kepala desa Wanasari saat itu, Casmadi, memperbolehkan pemakaman jenazah penghayat kepercayaan yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan kolom agama kosong itu. Bagi Kepala Desa, Tempat Pemakaman Umum (TPU) milik desa Wanasari adalah milik semua penduduk desa tersebut, yakni penganut Islam maupun bukan berhak dimakamkan di tempat pemakaman milik desanya itu.

“Apapun agamanya, kalau matinya di sini ya dimakamkan di kuburan sini, apalagi ini orang Wanasari sendiri. Orang lain saja kalau meninggal di sini ya enggak papa dimakamkan di sini,” kata Dewi Nawangwulan Puteri Suwito menirukan ungkapan Casmadi, kepala desa saat itu.

Kendati kepala desa mengizinkan, tapi warga tetap berpegang teguh pada anggapannya bahwa penghayat kepercayaan tidak boleh dimakamkan di tempat yang berdekatan dengan makam umat Islam. Warga mengetahui Kuwito menganut kepercayaan dari aktivitas semasa hidupnya yang tidak pernah pergi ke Masjid dan melakukan ritual penghayat kepercayaan di rumahnya sendiri.

Ketika keluarga Kuwito berusaha membohongi warga dengan menyatakan bahwa Kuwito beragama Islam, warga tidak menerima karena KTP milik Kuwito dalam kolom agamanya hanya tertulis tanda setrip. “Keluarga saya waktu itu ngomong ke para ulama kalau Bapak saya beragama Islam, tapi mereka tidak menerima karena KTP Bapak kosong (setrip). Padahal itu sudah terpaksa sekali karena keluarga saya bukan orang kaya, tidak punya pekarangan kosong, mungkin kalau ada nggak papa dimakamkan di tanah sendiri,” papar Dewi, yang saat itu dirinya bekerja di luar daerahnya.

Baca Juga  Rasa itu Tidak Bisa Diadili

Warga baru menerima pengakuan keluarga kalau Kuwito beragama Islam setelah ditunjukkan KTP Kuwito lainnya yang dalam kolom agama tertulis Islam. Beberapa hari sebelum meninggal Kuwito membuat KTP, namun hingga dirinya meninggal KTP-nya masih dalam proses pembuatan. Kepala Desa saat itu yang meminta kepada warganya supaya menerima jenazah Kuwito untuk dimakamkan di TPU segera mengurus KTP Kuwito dengan membubuhkan agama Islam pada kolom agamanya.

Dengan bekal bukti KTP Kuwito yang baru Kepala Desa dan keluarga berhasil meyakinkan warga kalau Kuwito beragama Islam. Akhirnya warga memperbolehkan Kuwito dimakamkan di TPU desanya. “Terpaksa Bapak harus dimakamkan dengan cara Islam, disholati, diadzani, dan macam-macam kaya umumnya orang Islam saja kalau meninggal,” pungkasnya. [elsa-ol/KA-@khoirulanwar_88]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Di Balik Ketenangan Jalsah Salanah di Krucil Banjarnegara

Oleh: Tedi Kholiludin Letak Dusun Krucil, Desa Winong, Kecamatan Bawang...

“Everyday Religious Freedom:” Cara Baru Melihat Kebebasan Beragama

Oleh: Tedi Kholiludin Salah satu gagasan kebebasan beragama yang...

Penanggulangan HIV dan Krisis Senyap di Garda Depan

Oleh: Abdus Salam Staf Monitoring Penanggulangan HIV/AIDS di Yayasan ELSA...

Fragmen Kebangsaan dari yang Ter(Di)pinggirkan

Oleh: Tedi Kholiludin Percakapan mengenai kebangsaan dan negara modern, sering...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini