Oleh: Rudolfus Antonius
Staf Pengajar di STT Abdiel Ungaran
PKI adalah anak zaman. Ia dilahirkan dalam konteks sosio-historis Nusantara, yakni sebagai hasil pertemuan kondisi-kondisi obyektif dan faktor-faktor subyektif pada peralihan Abad XIX dan Abad XX.
A. Konteks Sosio-Historis
Secara resmi Sistem Tanam Paksa (STP, Cultuurstelsel) sudah berakhir pada tahun 1870. Monopoli Pemerintah Hindia Belanda atas industri tanaman keras sejak tahun 1830 itu memang sangat menyengsarakan rakyat Indonesia. Kemenangan kaum Liberal atas kaum Konservatif dalam parlemen Kerajaan Belanda berhasil mengakhirinya. Namun kemenangan itu bermuara pada Kebijakan Pintu Terbuka (KPT). Pemerintah Hindia Belanda membuka Nusantara seluas-luasnya sebagai lahan penanaman modal swasta. Perkebunan-perkebunan pemerintah dan pabrik-pabriknya jatuh ke tangan pengusaha swasta Belanda. Dibuka pula usaha-usaha pertambangan swasta. Usaha-usaha perkebunan dan pertambangan itu mendatangkan keuntungan yang sangat besar kepada kaum pemilik modal. Tapi rakyat Indonesia, terutama Kaum Kromo, tetap menderita. Tanah mereka disewa atau terpaksa dijual dengan harga rendah. Mereka terbelit utang karena pajak yang berat. Di desa-desa mereka menjadi petani-gurem dan buruh-tani, di kota-kota menjadi buruh. Mereka tetap menjadi sapi perahan, sementara negerinya dijarah-rayah.