Dilema Wakil Majelis Agama di FKUB

Oleh: Tedi Kholiludin

Salah satu poin yang perlu dipikirkan oleh pemerintah yang sedang menggodok peraturan mengenai kerukunan umat beragama adalah tentang komposisi yang ada di Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Jamak diketahui, kalau pengurus FKUB sebagian besar datang sebagai utusan dari majelis agamanya masing-masing.

Disitulah dilemanya, karena tak jarang majelis agama itu memiliki sikap serta pandangan terhadap kelompok lainnya. Sementara, sebagai individu yang menjadi bagian dari forum kerukunan, mestinya, datang dengan nafas kerukunan. Alhasil, sikap majelis agama di satu sisi, berseberangan dengan sifat alamiah FKUB itu sendiri.

Saya ingin mencontohkan dua kasus yang dialami oleh dua orang pengurus FKUB di wilayah Jawa Tengah yang menghadapi situasi tersebut.

***

Seorang pengurus FKUB yang direkomendasikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak beberapa anggota lainnya bersilaturahmi ke Kampus Mubarak, pusat Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang berada di Parug, Bogor pada awal tahun 2020. Ia memiliki tendensi untuk mendapatkan informasi dari sumber primer langsung. Semangat itu yang hendak ditularkannya kepada anggota FKUB.

Di Parung, rombongan FKUB diterima oleh Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan menghelat diskusi serta obrolan informal lainnya. Mereka juga mendengar langsung perkara-perkara lain yang secara doktriner kerap dialamatkan sebagai “ajaran menyimpang.” Singkatnya, tak ada kesesatan seperti yang dituduhkan.

Namun, selepas kunjungan itu, ia dipanggil pengurus MUI Jawa Tengah. Pengurus MUI meminta klarifikasi atas kunjungan tersebut, karena merasa bahwa sang pengurus FKUB tersebut adalah orang yang direkomendasikan oleh MUI. Karenanya, tidak boleh keluar dari rel MUI termasuk soal cara pandangnya terhadap Ahmadiyyah.

Sementara, pengurus FKUB tersebut merasa bahwa kehadirannya di Kampus Mubarak ada dalam kapasitas sebagai bagian dari forum kerukunan yang sumbu utamanya adalah keharmonisan, apapun kepercayaan yang diimaninya.

Baca Juga  Budaya Populer, Postmodernisme dan Islam (2)

Kasus kedua, tak jauh beda, masih tentang anggota FKUB dari MUI. Ia mendatangi salah satu acara yang diselenggarakan kelompok Syiah (September/2022). Semangatnya, ingin mengajak seluruh elemen bangsa, termasuk Syiah didalamnya untuk senantiasa menjaga keharmonisan, serta meningkatkan rasa kecintaan terhadap tanah air.

Seperti halnya kasus pertama, ia juga diminta klarifikasi ihwal kedatangannya tersebut, karena selain ada identitas FKUB juga melekat nama MUI disana. Sementara, MUI memiliki sikap tentang Syiah, yang sebenarnya tidak sampai pada penyesatan. Namun, bahasa tubuh MUI telah nyata-nyata memberikan pagar.

***

Dua kasus yang saya temui, sekali lagi, menunjukkan ada dilema eksistensial bagi pengurus FKUB, ketika aktivitasnya berseberangan dengan sikap majelis agama. Meski dua contoh yang saya sodorkan terkait dengan MUI, bukan tidak mungkin ada potensi juga atas majelis agama lainnya.

Karenanya, pengurus FKUB, dalam pandangan saya, haruslah orang yang bisa memiliki independensi dalam bersikap serta cara pandang yang inklusif atas kelompok lain. Dalam kapasitas sebagai pengurus FKUB, seseorang mestilah mampu melihat dinamika dalam masyarakat tidak dari sudut pandang dogma, melainkan kesamaan hak sebagai warga negara. Atas sebuah kelompok yang dianggap oleh kelompok lain sesat sekalipun, pengurus FKUB harus membukakan tangan selebar-lebarnya.

Atas hal itu, saya tetap mengajukan mekanisme pelibatan masyarakat secara terbuka untuk menjadi anggota FKUB, seperti pernah saya tulis di laman ini. Cara ini penting dilakukan untuk memastikan bahwa anggota FKUB terbebas dari konflik kepentingan seperti dalam kasus yang saya sodorkan di atas.

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Memahami Dinamika Konflik melalui Segitga Galtung: Kontradiksi, Sikap dan Perilaku

Oleh: Tedi Kholiludin Johan Galtung dikenal sebagai pemikir yang karyanya...

Laporan Tahunan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Jawa Tengah 2024

ELSA berusaha untuk konsisten berbagi informasi kepada public tentang...

Laporan Tahunan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Jawa Tengah 2023

Laporan tahunan kehidupan keagamaan di Jawa Tengah tahun 2023...

Nahdlatul Arabiyyah Semarang: Jejak Keturunan Arab yang Terlupakan

Oleh: Tedi Kholiludin Pertumbuhan organisasi keturunan Arab di Hindia Belanda...

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini