Hak Bekerja Tanpa Pandang Agama

Oleh: Tedi Kholiludin

Hak mendapatkan pekerjaan merupakan hak asasi manusia. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) mencatat hal tersebut dalam pasal 23. Karena sifatnya sebagai hak yang paling asasi, maka seseorang tidak diperkenankan mendapatkan perlakuan diskriminatif dalam soal ini.

Dalam kenyataan, tak jarang seseorang diberhentikan atau ditolak masuk sebuah instansi atau perusahaan karena alasan agama. Atau mereka dipaksa untuk menanggalkan simbol-simbol keagamaan yang dimilikinya. Juga, tak diberikan kesempatan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban keagamaan selama ia bekerja. Tentu ada persoalan serius dalam hal ini. Persoalan yang berkaitan dengan hak asasi seorang manusia.

Baik instrumen HAM Internasional maupun nasional sudah banyak berbicara tentang tidak bolehnya diskriminasi atas nama agama dalam hal pekerjaan. Untuk itu, paparan singkat ini bermaksud untuk menunjukan beberapa bagian dalam DUHAM, Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya serta Undang-undang Dasar 1945 tentang persamaan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan tanpa adanya diskriminasi.

Dokumen HAM Internasional dan Kovenan Ekosob
Penegasan mengenai hak atas pekerjaan secara eksplisit termuat dalam Pasal 23 DUHAM. Di ayat 1 ditegaskan “Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil dan menguntungkan serta berhak atas perlindungan dari pengangguran.

Sementara ayat 2 dan 3 berbicara tentang tidak bolehnya diskriminasi dalam hal mendapatkan upah. Upah harus adil dan menguntungkan serta memberikan jaminan yang lebih untuk dirinya sendiri maupun keluarganya. Bahkan bila perlu, menurut DUHAM, ditambah dengan perlindungan sosial lainnya.

Kovenan Ekosob juga mengakui hak atas pekerjaan termasuk hak semua orang untuk mencari nafkah secara bebas. Dalam Pasal 6 komitmen tersebut ditunjukan. Dalam ayat 2 dijelaskan bahwa negara pihak juga harus memberikan bimbingan teknis dan kejuruan serta program-program pelatihan, kebijakan, dan teknik-teknik untuk mencapai perkembangan ekonomi, sosial dan budaya yang mantap serta lapangan kerja yang penuh dan produktif, dengan kondisi-kondisi yang menjamin kebebasan politik dan ekonomi yang mendasar bagi perorangan.

Baca Juga  Ahmadiyyah, Korban Kekerasan Struktural

Di pasal 7 kovenan menunjukan soal upah dan bayaran yang adil bagi para pekerja. Upah itu tentu saja dimaksudkan untuk membangun kehidupan yang layak bagi mereka dan keluarga mereka, sesuai dengan ketentuan-ketentuan kovenan yakni kondisi kerja yang aman dan sehat, kesempatan untuk naik jenjang, tanpa didasari pertimbangan apapun selain senioritas dan kemampuan serta istirahat, liburan dan pembatasan jam kerja yang wajar, dan liburan berkala dengan gaji maupun imbalan-imbalan lain pada hari libur umum.

Sementara Pasal 8 lebih banyak berbicara tentang hak pekerja dalam konteks membentuk federasi-federasi atau konfederasi-konfederasi nasional dan hak konfederasi nasional untuk membentuk atau bergabung dengan organisasi serikat pekerja internasional. Selain itu pasal ini juga menyinggung hak serikat pekerja untuk bertindak secara bebas, yang tidak dapat dikenai pembatasan-pembatasan apapun selain yang ditentukan oleh hukum, dan yang diperlukan dalam suatu masyarakat demokratis untuk kepentingan keamanan nasional atau ketertiban umum, atau untuk perlindungan hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain.

Prinsip anti diskriminasi atas dasar agama dalam hal pekerjaan bisa dicermati di general comment atau komentar umum nomor 18 atas hak pekerjaan. Disana dijelaskan bahwa sesuai Pasal 2, paragraf 2, dan Pasal 3, Kovenan melarang segala bentuk diskriminasi di dalam akses untuk memperoleh pekerjaan atau untuk tetap bekerja berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik ataupun pendapat lainnya, asal kebangsaan atau sosial, kepemilikan, tanggal lahir, ketidakmampuan secara fisik ataupun mental, status kesehatan (termasuk HIV/AIDS), orientasi seksual, atau status sipil, politik ataupun status lainnya, yang bertujuan atau memiliki dampak merugikan atau meniadakan pelaksanaan hak atas pekerjaan atas dasar kesetaraan.

Berdasarkan Pasal 2 Konvensi ILO Nomor 111, Negara Pihak harus “menyatakan dan mengupayakan kebijakan nasional yang dirancang untuk memajukan, dengan metode-metode yang sesuai dengan kondisi-kondisi dan praktik-praktik di dalam negeri, dengan tujuan untuk menghapuskan segala diskriminasi berdasarkan hal tersebut diatas”.
Beberapa upaya, seperti kebanyakan strategi dan program-program dirancang untuk mengurangi diskriminasi yang berkaitan dengan pekerjaan, sebagaimana ditegaskan di paragraf 18 dari Komentar Umum No.14 (2000) tentang hak atas standar kesehatan tertinggi yang dapat diraih, dapat diupayakan dengan melibatkan sumber daya yang minim dengan cara mengadopsi, memodifikasi atau pencabutan peraturan perundang-undangan atau melalui penyebaran informasi.

Baca Juga  Dialog, Jalan Untuk Perdamaian

Komite mengingatkan bahwa, meskipun di saat keterbatasan sumber daya yang akut, orang-orang dan kelompok-kelompok yang tidak diuntungkan dan termarjinal harus dilindungi dengan pengadopsian dan program-program bertarget yang berbiaya relatif rendah.


Hak atas Pekerjaan di UUD 1945 dan UU Ketenagakerjaan

Di pasal 27 ayat (2) UUD 1945 kita membaca bahwa setiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Itu artinya, pasal tersebut hendak menunjukkan kalau warga negara berhak memiliki pekerjaan sesuai dengan standar kemanusiaan.

Pasal 32 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menandaskan bahwa dalam pelayanan penempatan tenaga kerja dilaksanakan secara terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi.
Dengan demikian, jelaslah bahwa sejatinya tidak boleh ada diskriminasi dalam hal mendapatkan pekerjaan. Tidak boleh ada pembedaan untuk tersebut, termasuk atas nama agama.

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Pasar Tradisional dan Masjid Emas sebagai Penanda Kawasan Muslim Quiapo, Manila Filipina

Oleh: Tedi Kholiludin Quiapo adalah sebuah distrik yang berada merupakan...

Beristirahat Sejenak di Kapernaum: Renungan Yohanes 2:12

Oleh: Tedi Kholiludin “Sesudah itu Yesus pergi ke Kapernaum, bersama-sama...

Dua Peneliti ELSA Presentasikan Hasil Risetnya di Pertemuan Jaringan Penelitian HIV Indonesia

Jaringan Penelitian HIV Indonesia (JPHIV-Ina) menggelar pertemuan jaringan...

Liquid Identity: Saat Identitas menjadi Sebuah Entitas Muas

Oleh: Muhamad Sidik Pramono (Mahasiswa Magister Sosiologi Agama Universitas...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini