Semarang elsaonline.com – Melalui acara Peace Talk yang diselenggarakan secara daring Wahid Foundation terus mendorong para pemuda untuk turut ambil bagian dalam menyemai perdamaian yang dimulai dari desa. Pada acara Peace Talk kedua tersebut disampaikan bagaimana urgensi peran pemuda dalam menyebarkan perdamaian di desa.
Direktur eksekutif Wahid Foundation, Mujtaba Hamdi menyampaikan, di tengah tantangan yang kian lama kian rumit seperti sekarang ini diperlukan pemuda yang terus mengikuti perkembangan zaman dan menyebarkan kedamaian. Menurutnya, para pemuda perlu didorong untuk unjuk gigi dengan ide, gagasan, dan tidak terjebak heroisme pendahulunya.
Untuk itu, Indonesia perlu terus menciptakan kader-kader muda yang militan dalam menyampaikan pesan damai utamanya di desa macam itu.” lanjut Hamdi Sabtu, 11 September 2021.
Peace Talk kedua yang diselenggarakan bersama Pusat Studi Agama Pluralisme dan Demokrasi (PUSAPDEM) merupakan rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk menyebarluaskan sekaligus mempromosikan Peace Village Initiative (Desa Damai) ke masyarakat. Acara tersebut mengambil tema “Pentingnya Peranan Anak Muda dalam Menyemai Perdamaian dari Desa”.
Pada acara yang dimoderatori oleh, Wilson Thorik tersebut, peneliti PUSAPDEM UKSW, Izak Lattu yang menjadi pembicara pertama menyampaikan urgensi desa dalam membangun perdamaian. Menurutnya, pinggir adalah pusat. Desa, ia menambahkan, merupakan pusat ruang episentrum damai di Indonesia sehingga damai dari desa memiliki posisi yang fundamental.
“Mengapa ini penting? Karena kota atau masyarakat urban justru sering kali melahirkan kekacauan. Kekacauan politik, contoh di pemilu 2014, Pilkada DKI Jakarta, dan pemilu 2019 yang menyebabkan terbelahnya masyarakat. Bahkan hingga sekarang masih terjadi dengan adanya cebong kampret, ” papar pria yang akrab dipanggil Caken tersebut.
Caken menerangkan, setidaknya ada 4 ruang yang perlu diisi oleh para pemuda yakni ruang agama, ruang organisasi, ruang keseharian serta budaya, dan ruang sosial media. Pemuda, dalam hematnya, perlu didorong untuk mengisi ruang-ruang tersebut agar terbentuk masyarakat yang inklusif, mampu menerima perbedaan, dan berpikir progresif.
“Ruang-ruang tadi perlu dipenuhi dengan narasi untuk menyebarkan perdamaian, ruang untuk saling mengenalkan budaya, etnisitas, perbedaan masing-masing sehingga timbul kesadaran untuk memberikan bagi kelompok yang berbeda dengan dirinya,” paparnya.
Desa Damai dan Optimalisasi Peran Perempuan serta Pemuda
Senior Officer Media dan Kampanye Wahid Foundation, Siti Kholisoh, dirinya menjelaskan hingga saat ini setidaknya terdapat 18 desa di 3 provinsi yang menjadi desa damai. 3 provinsi tersebut masing-masing Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Jumlah tersebut menurutnya akan bertambah dengan adanya desa damai di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Sejauh ini memang belum ada desa damai di luar Pulau Jawa. Namun, kami memiliki optimisme bahwa desa damai dapat diimplementasikan hingga ke luar Jawa. Rencananya, desa damai akan diterapkan di Kalimantan Selatan. Penerapan ini mestinya juga diikuti dengan penyesuaian-penyesuaian sesuai dengan karakteristik masing-masing daerah,” tukas Olis saat menjawab pertanyaan dalam acara tersebut.
Di samping itu, perempuan yang sudah lebih dari 10 tahun aktif di kampanye islam damai dan toleransi tersebut juga menjelaskan jika desa damai melakukan setidaknya 3 pendekatan. Menurutnya pendekatan tersebut antara lain pemberdayaan ekonomi, mekanisme yang berkelanjutan pembangunan perdamaian dan penguatan peran perempuan. Pendekatan jangka ini menurut Olis harapannya dapat terinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari.
“Pada program desa damai ini, kami mendorong perempuan sebagai aktor utama dalam mengembangkan program ini serta menguatkan ekonomi dan budaya. Untuk mewujudkan desa damai ini, aktor utamanya adalah perempuan dan pemuda,” tuturnya.
Menurut Olis, sering kali pemuda tidak diberi ruang dalam mengembangkan ide dan gagasan. Dalam desa damai para pemuda diberikan ruang luas untuk mengekspresikan gagasan dan ide-idenya. Memberikan ruang bagi para pemuda baginya, akan meningkatkan kemampuan bernegosiasi.
“Aspek terpenting dalam desa damai adalah pemberdayaan peran perempuan. Sebab yang kita inginkan dari desa damai ialah damai-damai yang mengedepankan aspek-aspek perlindungan HAM bagi setiap orang,” pungkas Olis saat memaparkan materi.
Sehubungan dengan peran perempuan yang disampaikan Olis, peneliti Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang, Siti Rofiah menuturkan jika perempuan memiliki potensi besar untuk menjadi agen perdamaian. Bagi dosen di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo tersebut setidaknya perempuan dapat menjadi agen perdamaian pada ruang privat dan ruang publik.
“Di ruang privat, perempuan mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam menentukan perilaku anggota keluarganya. Sedangkan di ruang publik, perempuan mempunyai alokasi waktu di komunitas hingga dapat berperan aktif dalam menyebarkan perdamaian.
Perempuan juga mampu menguatkan relasi serta kohesi sosial melalui perannya dan yang terakhir pada posisi struktural sebagai pemimpin, perempuan dapat mengambil kebijakan yang selaras dengan perjuangan untuk menyebarkan perdamaian,” jelas alumnus Universitas Kristen Duta Wacana saat mengakhiri presentasinya. (Rep:Sidik Pramana)

