elsaonline.com Terpilihnya Prabowo Subianto menjadi Presiden Republik Indonesia yang memiliki sejarah corak kepemimpinan otoritarian dan sentralistik. Model ini akan berdampak pada nasib advokasi kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB)
Pemerintah akan mendahulukan perukunan beragama ketimbang kebebasan beragama.
“Perukunan atau merukunkan paksa akan dilakukan oleh pemerintah. Langkah yang diambil pemerintah tidak akan netral termasuk ormas, aparat negara seperti polisi untuk kebutuhan pencapaiannya” ungkap Koordinator Sekber KBB Ihsan Ali Fauzi pada pembukaan Konferensi Refleksi Advokasi Beragama atau Berkeyakinan Cisarua, Bogor Jawa Barat 17 September 2024.
Dalih pluralisme untuk memukul lawan menggunakan alasan anti pancasila dan ekstremis oleh pemerintah.
“Argumen ini pernah digunakan melemahkan KPK dan membunuh ormas tidak moderat,” tambahnya.
Kecenderungan pemerintah dengan sentralisasi dan bapakisme dalam penanganan konflik agama ketimbang mendorong inisiatif sipil.
“(Sentralisasi) penanganan mengurangi langkah kreatif yang didorong oleh masyarakat dengan berembug. (Ditambah) bapakisme rakyat dianggap bodoh dan pemerintah dianggap bijak dan tahu segalanya,” lanjutnya.
Cara pemerintah melakukan pembangunan menguntungkan etnis atau mayoritas tertentu justru menjadi simalakama
“Upaya ini bukan bentuk kepedulian terhadap keberagaman, melainkan pemerintah tidak suka akan konflik karena dapat merusak investasi di luar negeri dan menjalankan toleransi semu,” tuturnya.
Terakhir Dosen Universitas Paramadina menjelaskan isu kebebasan beragama dan berkeyakinan di era Prabowo Subianto akan melakukan tebang pilih terhadap kasus KBB.
“Isu KBB akan tampak soft ketimbang urusan tanah dan buruh. Perlu topangan solidaritas, perkencang advokasi dan kontrol kritik KBB,” ucapnya.
Data Koalisi Advokasi KBB September 2024 merangkum kekhawatiran advokasi KBB lima tahun mendatang berupa kemunduran demokrasi, kesulitan pendirian ibadah, regulasi diskriminatif, politik identitas dan otoritarianisme negara.
Ketua Panitia, Pratiwi Febri menambahkan tantangan lima tahun kedepan kemerdekaan beragama menjadi concern di berbagai negara. Kemerdekaan beragama subur dan boleh menjadi manusia.
“Kemerdekaan beribadah untuk memanusiakan manusia,” pungkasnya.
Konferensi Kebesan Beragam dan Berkeyakinan diikuti oleh puluhan anak muda, anggota Koalisi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan serta jaringan YLBHI se-Indonesia. [Rais]