[Salatiga –elsaonline.com] Bagi Prof Pdt. John A. Titaley, Th.D mengamalkan Pancasila tidak hanya sebagai panggilan bernegara, tetapi lebih dari itu, menjalankan lima sila itu juga refleksi dari imannya. Hal tersebut diungkapkan oleh Rektor Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga di kampusnya, beberapa waktu lalu.
“Kalau Gus Dur menyebut Pancasila itu Islami, saya mengatakan Pancasila itu Injili. Panggilan iman saya, ya menjaga Pancasila. Didalamnya ada hakikat yang harus dijaga, yakni kesetaraan. Kesetaraan sebagai warga negara dijamin di dalam Pancasila apapun latar belakang agama, suku, etnis warga tersebut,” terang Guru Besar Ilmu Teologi pertama di Indonesia tersebut.
John menambahkan kalau pemahaman demokrasi dalam Pancasila tidak bisa dipahami semata-mata sebagai mayoritarianisme. Prinsip hidup bersama mesti didasari pada general will, bukan suara terbanyak. “Kalau pemerintahan hanya didasarkan pada konsepsi suara terbanyak, itu namanya kita kembali kepada state of nature. Padahal kita menginginkan general will, kehendak bersama,”urai laki-laki kelahiran 19 Juni 1950.
Semua kelompok agama, lanjut John penting untuk mengambil sudut pandang iman seperti ini. Tujuannya untuk menghindari ketegangan antara agama dan konstitusi. “Saya menyadari bahwa tidak semua kalangan agama mampu mendialogkan hal ini, termasuk dalam Kekristenan. Warna eksklusifnya masih terasa. Merasa sebagai umat pilihan Tuhan. Tapi ini harus terus didorong, agar kesetaraan itu bisa tetap terjaga,” terang penulis Religiositas di Alinea Ketiga. [elsa-ol/TKh-@tedikholiludin/001]