“Memang ada keterbatasan dari pihak pemerintah. Kita belum mampu menjangkau dan titik-titik rawan tersebut. Ke depan kejadian-kejadian tersebut tidak boleh lagi terjadi. Semuanya harus saling menghormati, karena negara kita punya aturan,” terang Dr. Angkatno, Staf Ahli Bupati Brebes bidang Ekonomi dan Pembangunan, Kamis (25/6).
Hal tersebut disampaikannya saat menerima perwakilan Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) yang melakukan audiensi untuk menyosialisasikan program peduli yang akan dilaksanakan di Kabupaten Brebes. Selain Angkatno, hadir juga pada kesempatan tersebut perwakilan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga, Kesbang dan bagian Kesra.
Pemkab menganggap penting yang dilakukan oleh eLSA, karena ini akan membantu pemerintah dalam mengupayakan inklusi secara lebih luas di level akar rumput. “Saya mendukung penuh program peduli ini. Karena bisa membantu pemerintah dalam menguatkan simpul-simpul di masyarakat. Bahwa memang pernah terjadi konflik, saya kira itu memang faktanya demikian. Sekarang, bagaimana agar ke depan tidak terjadi lagi hal-hal demikian. Tidak ada eksklusi lagi,” sambungnya.
Sementara, Kepala Kesbangpol Kabupaten Brebes, Joko Heriyanto memberikan saran kepada kelompok penghayat kepercayaan agar segera mendaftarkan kepada kantor Kesbang. Dirinya kerap mendengar eksistensi penghayat, tapi secara legal formal belum ada yang mendaftarkan di Kesbang. “Legalisasi ini penting karena akan menjadi data pemerintah. Sehingga, ketika nanti ada kegiatan-kegiatan pemerintah, organisasi penghayat kepercayaan bisa ikut terlibat dan berpartisipasi,” terang Joko.
Tak hanya itu, lanjut Joko, lembaga atau organisasi penghayat kepercayaan yang terdaftar di Kantor Kesbang bisa mendapatkan bantuan sosial untuk pengembangan organisasinya. “Jadi, aka nada banyak kemudahan jika sebuah organisasi sudah terdaftar di kesbang,” imbuh Joko.
Perwakilan warga Sapta Darma, Carlim yang juga hadir dalam audiensi tersebut berharap banyak kepada pemerintah agar konflik dan diskriminasi yang selama ini menimpa warganya bisa segera diakhiri. “Dulu, setiap kejadian pembakaran sanggar atau penolakan pemakaman warga kami, nyaris tidak ada tindak lanjutnya. Hanya pada kasus terakhir di tahun 2014, baru ada respon. Itu pun setelah kami mengabarkan kepada seluruh pihak. Karenanya, saya berharap betul, diskriminasi terhadap penghayat ke depan sudah tidak ada lagi,” pintanya. [elsa-ol/TKh-@tedikholiludin/001]