Pemkab Brebes Berupaya Akhiri Eksklusi

Staf Ahli Bupati Brebes, Dr. Angkatno (tengah), berfoto dengan perwakilan penghayat dan SKPD di lingkungan Kabupaten Brebes. [Foto: Salam]
Staf Ahli Bupati Brebes, Dr. Angkatno (tengah), berfoto dengan perwakilan penghayat dan SKPD di lingkungan Kabupaten Brebes. [Foto: Salam]
[Brebes –elsaonline.com] Pemerintah Kabupaten Brebes menyadari bahwa mengelola keragaman bukanlah perkara mudah. Beberapa konflik atas nama agama memang pernah terjadi di daerah berpenduduk 1.732.719 jiwa tersebut. Yang terakhir dan sempat mencuat adalah soal penolakan pemakaman penghayat kepercayaan pada tahun 2014.

“Memang ada keterbatasan dari pihak pemerintah. Kita belum mampu menjangkau dan titik-titik rawan tersebut. Ke depan kejadian-kejadian tersebut tidak boleh lagi terjadi. Semuanya harus saling menghormati, karena negara kita punya aturan,” terang Dr. Angkatno, Staf Ahli Bupati Brebes bidang Ekonomi dan Pembangunan, Kamis (25/6).

Hal tersebut disampaikannya saat menerima perwakilan Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) yang melakukan audiensi untuk menyosialisasikan program peduli yang akan dilaksanakan di Kabupaten Brebes. Selain Angkatno, hadir juga pada kesempatan tersebut perwakilan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga, Kesbang dan bagian Kesra.

Pemkab menganggap penting yang dilakukan oleh eLSA, karena ini akan membantu pemerintah dalam mengupayakan inklusi secara lebih luas di level akar rumput. “Saya mendukung penuh program peduli ini. Karena bisa membantu pemerintah dalam menguatkan simpul-simpul di masyarakat. Bahwa memang pernah terjadi konflik, saya kira itu memang faktanya demikian. Sekarang, bagaimana agar ke depan tidak terjadi lagi hal-hal demikian. Tidak ada eksklusi lagi,” sambungnya.

Sementara, Kepala Kesbangpol Kabupaten Brebes, Joko Heriyanto memberikan saran kepada kelompok penghayat kepercayaan agar segera mendaftarkan kepada kantor Kesbang. Dirinya kerap mendengar eksistensi penghayat, tapi secara legal formal belum ada yang mendaftarkan di Kesbang. “Legalisasi ini penting karena akan menjadi data pemerintah. Sehingga, ketika nanti ada kegiatan-kegiatan pemerintah, organisasi penghayat kepercayaan bisa ikut terlibat dan berpartisipasi,” terang Joko.

Baca Juga  Paceklik Kentang Irlandia dan The Fields of Athenry

Tak hanya itu, lanjut Joko, lembaga atau organisasi penghayat kepercayaan yang terdaftar di Kantor Kesbang bisa mendapatkan bantuan sosial untuk pengembangan organisasinya. “Jadi, aka nada banyak kemudahan jika sebuah organisasi sudah terdaftar di kesbang,” imbuh Joko.

Perwakilan warga Sapta Darma, Carlim yang juga hadir dalam audiensi tersebut berharap banyak kepada pemerintah agar konflik dan diskriminasi yang selama ini menimpa warganya bisa segera diakhiri. “Dulu, setiap kejadian pembakaran sanggar atau penolakan pemakaman warga kami, nyaris tidak ada tindak lanjutnya. Hanya pada kasus terakhir di tahun 2014, baru ada respon. Itu pun setelah kami mengabarkan kepada seluruh pihak. Karenanya, saya berharap betul, diskriminasi terhadap penghayat ke depan sudah tidak ada lagi,” pintanya. [elsa-ol/TKh-@tedikholiludin/001]

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Nahdlatul Arabiyyah Semarang: Jejak Keturunan Arab yang Terlupakan (Bagian Pertama)

Oleh: Tedi Kholiludin Pertumbuhan organisasi keturunan Arab di Hindia Belanda...

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

Gelap itu Nyata, Bangkit itu Janji: Antara Iman dan Harapan

Oleh: Tedi Kholiludin Saat dalam perjalanan mudik untuk berlebaran bersama...

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini