Social Presence Theatre; Makna Partisipasi

Oleh: Ridhallah Alaik

Simulasi dalam bentuk teater pada kesempatan kali ini dihadirkan untuk memahami peran masing-masing stakeholder yang masih saling berkaitan. Tema yang diangkat dalam hal ini adalah kasus penolakan pendirian rumah ibadah. Sebelum mempraktekkannya, ada empat dimensi yang harus ditampakkan di dalam teater tersebut : Pertama pose, orang yang memperagakan hanya menampilkan pose seseorang ketika dia dilabeli atau mendapat jabatan yang diembannya tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.

Kedua posisi, dalam hal ini dibagi menjadi tiga, di kalangan elit, terdiri dari para pejabat pemangku kebijakan (ketua kemenag, ketua FKUB, dinas terkait, Bupati, Pengusaha), selanjutnya tempat kejadian suatu peristiwa (jurnalis, influencer media sosial, aparat penegak hukum, aktifis, dan lain-lain), dan di tempat kalangan masyarakat (tokoh masyarakat, kelompok agama mayoritas, kelompok agama minoritas, lurah, kelompok ekslusif agama, panitia pendirian rumah ibadah, dan lain-lain).

Ketiga jarak, harus adanya jarak supaya teatrikal ini seolah-olah nyata apa yang terjadi di lapangan. Keempat Tinggi-rendah, yaitu adanya relasi kuasa.

Sebelum masuk di mana stakeholder posisinya berada, tahapan awal yang harus dilakukan masing-masing pemeran yaitu memahami betul apa peran dan tugasnya di dunia nyata, dan bagaimana pose yang ditampilkan jika ia menjabat atau mengemban amanat tersebut. Di samping itu, para pemeran juga paham alur proses dari pengurusan perizinan yang dimulai dari posisi kalangan masyarakat hingga sampai di kalangan elit.

Tahapan selanjutnya adalah menampilkan posisi keadaan yang sebenarnya di masyarakat tentang adanya penolakan pendirian rumah ibadah. Kemudian dianalisis secara bersamaan apakah memang sudah sesuai yang terjadi di lapangan atau tempat peristiwa. Hal-hal apa yang melatarbelakangi penolakan dan siapa saja yang menghambat proses terbitnya izin, atau sudah dapat izin namun proses pembangunannya tidak disegerakan karena masih adanya penolakan dari kalangan masyarakat.

Baca Juga  Pengaruh Lingkungan Pada Anak Kembar yang Dibesarkan Terpisah

Setelah dianalisa, proses selanjutnya adalah menampilkan keadaan ideal yang seharusnya ada di masing-masing posisi dan bagaimana alur semestinya dari awal pengurusan perizinan hingga lancarnya proses pembangunan. Dengan adanya teatrikal ini, peserta seolah-olah diajak turun langsung di lapangan dan dapat juga mengambil peran di dalamnya. Seperti itu lah langkah yang nantinya harus dilakukan dalam advokasi dan berjejaring.

Perlu diketahui, teori social presence theatre (SPT) ini adalah cara yang dikembangkan oleh Presencing Institute di bawah kepemimpinan Arawana Hayashi. Kegunaannya adalah untuk memahami realitas saat ini dan mengeksplorasi kemungkinan masa depan yang akan muncul.

SPT dapat dipraktikkan pada tingkat individu, kelompok, organisasi, dan sistem sosial yang lebih besar. Metode ini efektif digunakan selama lebih dari sepuluh tahun dalam lingkungan bisnis, pemerintahan, dan masyarakat sipil. Ini bukan “teater” dalam pengertian konvensional, tetapi menggunakan postur dan gerakan tubuh sederhana untuk melarutkan konsep yang membatasi, berkomunikasi secara langsung, mengakses intuisi, dan membuat realitas saat ini terlihat, serta titik yang lebih dalam – seringkali tidak terlihat – untuk menciptakan perubahan yang mendalam.

Baca juga: https://www.presencing.org/aboutus/spt.

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

Gelap itu Nyata, Bangkit itu Janji: Antara Iman dan Harapan

Oleh: Tedi Kholiludin Saat dalam perjalanan mudik untuk berlebaran bersama...

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini