“Berkaitan dengan kegiatan dari eLSA (Lembaga Studi Sosial dan Agama), kami mendukung sepenuhnya. Kami bahkan senang karena desa kami menjadi tuan rumah acara yang sifatnya membangun,” katanya, pada sambutan pembukaan acara seminar ‘hak-hak dasar warga negara’ di Sanggar Sapta Darma, di desa setempat beberapa waktu lalu.
Kades mengakui, memang untuk menjaga kerukunan antar warga masyarakat tidak mudah. Namun, pihaknya selalu berusaha supaya iklim kondusif selalu terjaga. Ia juga tidak menafikan bahwa di desa lain kerap terjadi gesekan akibat perbedaan keyakinan atau kelompok keagamaan.
“Di desa lain memang ada yang masih konflik. Karena itu kami bersyukur karena iklim kondusif tetap terwujud. Hubungan masyarakat di sini sangat kuat. Dalam pemerintahan di desa, saya sebagai pemimpin desa namun dalam masyarakat Pak Rakyo saya anggap sebagai bapak saya,” tambhanya.
Jaga Komunikasi
Salah satu upaya yang dilakukan supaya iklim toleransi tetap terjaga, antara penganut Sapta Darma, warga sekitar dan perangkat desa selalu berkomunikasi. Ketika warga Sapta Darma hendak mengadakan kegiatan, selalu ada komunikasi dengan perangkat desa.
Sebaliknya, ketika perangkat desa hendak mengadakan acara selalu berkomunikasi dengan penganut Sapta Darma yang ada di wilayah itu. Bahkan, kerap dijadikan panitia kegiatan pembangunan. Pada kesempata yang sama, kades juga juga selalu menyeru untuk bersikap toleransi terhadap warga yang berbeda keyakinan.
“Ketika ada kegiatan Sapta Darma, saya mendukung semua kegiatan Pak Rakyo (pemilik sanggar Sapta Darma), dan Pak Rakyo selalu cerita kegiatan yang dilakukan dan kondisi yang terjadi di warga Sapta Darma. Kami tidak pernah mempersalahkan, saya juga sering menyampaikan ke warga untuk saling menghormati,” paparnya.