Semarang elsaonline.com Tindak lanjut peluncuran buku Cerita Sekolah Damai, Wahid Foundation menggandeng instansi pendidikan se-Jawa Tengah adakan pelatihan kelompok kerja (Pokja) sekolah damai untuk menguatkan pemahaman dan kapasitas anggota Pokja dalam meningkatkan peran menyemai toleransi dan perdamaian.
Acara yang digelar di Hotel Novotel Semarang ini, sekaligus untuk merumuskan agenda dan program Sekolah Damai ke depan.
“Lebih spesifik Pokja ini untuk merumuskan akan melakukan apa kita ke depan,” kata Ceprudin, satu di antara penulis buku tersebut pada pembukaan pelatihan Pokja, Sabtu (26/2/2022).
Nantinya, selain mengemban peran sebagai pengawal internalisasi nilai-nilai toleransi dan anti-kekerasan, para peserta Pokja juga akan bersinergi untuk menguatkan jaringan dengan melibatkan asosiasi guru lain seperti PGRI, Pergunu termasuk dengan Kemenag dan lain-lain.
Siti Rofiah, penulis lain buku Cerita Sekolah Damai, menjelaskan Pokja Sekolah Damai memiliki dua agenda utama yaitu bekerja di level kebijakan dan level kultural.
“Pertama, Pokja Damai akan bekerja di sekolah dengan pendekatan kebijakan sekaligus kultural. Sementara yang kedua akan mendekati pemerintah provinsi melalui pendekatan kebijakan agar mengeluarkan regulasi Sekolah Damai”, ujar Pengasuh Pondok Pesantren Al-Falah Salatiga itu.
Sebelumnya, Siti Rofiah mengungkapkan selama delapan bulan di tahun 2021, Sekolah Damai telah melakukan berbagai agenda. Dimulai pada bulan April 2021, Pokja Damai melakukan pertemuan untuk membuat drafting kebijakan sekolah toleransi yang akan diajukan kepada Gubernur.
Pada bulan Juni, drafting yang selesai disusun tersebut dikirimkan ke Gubernur. Di bulan Oktober dilakukan revisi lantaran ada masukan baru hasil pertemuan dengan Kanwil Kemenag. Sementara pada bulan November, Pokja menggelar audiensi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Salam, salah satu fasilitator pelatihan, mengungkapkan Pokja Damai adalah forum komunikasi yang berlandaskan semangat untuk memperkuat jaringan sekolah damai di tingkat provinsi, kabupaten atau kota.
Menurutnya, ke depan masih banyak tantangan Pokja Damai baik dalam tataran internal mauapun eksternal. Sebagai contoh belum dikenalnya sekolah damai di tengah masyarakat, kurangnya komunikasi kepala sekolah dengan guru yang menjadi anggota Pokja Damai hingga mendorong Pemerintah untuk mengeluarkan regulasi sekolah damai.
“Ada beberapa isu yang bapak dan ibu tadi usulkan, dan ini merupakan tantangan kita ke depan. Untuk itu, kita harus merumuskan strategi untuk mengatasi tantangan ini. Di eksternal kalau ada golongan yang merasa paling benar, apa kira-kira strategi kita? Dengan menggandeng tokoh-tokoh moderat, misalnya”, ujar Peneliti Senior Wahid Foundation itu.
Dalam salah satu sesi, para peserta pelatihan Pokja Damai dibagi menjadi dua kelompok guna merumuskan strategi untuk menjawab tantangan internal maupun eksternal program sekolah damai ke depan.
Kelompok pertama mendiskusikan perihal tantangan internal. Saat dipaparkan di forum hasilnya ialah, pertama, visi dan misi tim Pokja harus diselaraskan. Kedua, mensolidkan tim Pokja dengan menetapkan SK dari Wahid Foundation atau stakeholder yang lain. Ketiga kurangnya sosialisasi sekolah damai kepada masyarakat luas. Keempat, menentukan job description masing-masing anggota Pokja.
Lalu yang kelima, menyusun proker yang dapat dilaksanakan baik jangka pendek, menengah ataupun panjang. Keenam, melaksanakan program kerja. Ketujuh, mengadakan evaluasi periodik secara rutin. Dan terakhir, mengadakan follow up secara berkala.
Sementara dari kelompok kedua, merancang strategi untuk menghadapi tantangan eksternal. Pertama, memperluas sinergi dengan stakeholder. Kedua mensosialisasikan nilai-nilai toleransi dan anti-kekerasan ke masyarakat luas yang salah satunya publikasi lewat media sosial. Lalu yang ketiga mendorong agar pemerintah menerbitkan regulasi Sekolah Damai.
Keempat, mengadakan rapat kerja dengan pihak terkait. Keenam, sosialisasi regulasi. Kemudian ketujuh meyakinkan program ke sekolah-sekolah baik yang telah menjadi anggota Sekolah Damai atau belum.
Salam menegaskan gol dari upaya eksternal ini adalah mendorong pemerintah provinsi untuk menerbitkan regulasi Sekolah Damai.
“Bagaimanapun juga tantangan eksternal kita adalah mendorong pemerintah provinsi mengeluarkan regulasi untuk Sekolah Damai. Dan ini memerlukan usaha yang intens dan harus kita kawal”, tegas Salam.
Di penghujung sesi, Salam memandu para peserta Pokja Damai untuk membentuk struktur kepengurusan. Taslim Sahlan terpilih menjadi ketua Pokja Damai.
“Agar ke depan langkah kita jelas, maka harus dibentuk struktur kepengurusan. Mini mal tiga bulan ke depan kita ada agenda yang jelas biar hasil pelatihan ini tidak menguap begitu saja”, kata Salam. (Reporter: Rusdi)