Semarang elsasemarang.com Wahid Foundation dan ELSA Semarang meluncurkan dua buku untuk menyemai nilai toleransi di sekolah. Buku pertama berjudul “Q&A Sekolah Damai” ditulis oleh Tedi Kholiludin dan Siti Rofiah, kedua Cerita Sekolah Damai ditulis Ceprudin
Buku berjudul “Q&A Sekolah Damai” berawal dari pertanyaan peserta webinar yang diselenggarakan Wahid Foundation pada September lalu.
“Buku ini cara bagi sekolah yang ingin menerapkan sekolah damai. Harapannya program ini bisa diperluas lagi,” tutur Siti Rofiah dalam acara yang berlangsung di Hotel Novotel, Jumat, Jumat (25/2/2022).
Buku panduan ini didesain untuk mengimplementasi nilai-nilai anti ekstrimisme sesuai dengan RAN-PE yang tercantum Perpres nomor 17 tahun 2021.
“Setidaknya (buku) ini menjadi panduan bagaimana implementasi terkait tentang sistem pencegahan ekstremisme di sekolah. Lalu, bagaimana menangkap sinyal intoleransi bisa dideteksi sejak dini,” ungkap Pengasuh PPTI Salatiga.
Format buku berupa pertanyaan dan jawaban untuk memudahkan implementasi pokja sekolah damai. Pada buku ini juga disesuaikan dengan kebijakan sekolah sikap toleran, pengelolaan organisasi dan kekerasan.
Cerita dari Lima Sekolah Damai di Jateng
Di buku kedua, Wahid Foundation menceritakan pengalaman implementasi sekolah damai. Warna-warni kisah lembaga pendidikan, mulai dari penggalan baiat hingga vokalis rebana nonmuslim.
Cerita Kepala Sekolah SMA 1 Cepiring Kendal, Siswanto kepada pembina Rohis dari luar sekolah. Saat Siswanto masuk menjadi kepala sekolah, Rohis masih dibina oleh “ustad” dari luar sekolah. Saat itu sedang ramai-ramainya kabar bahwa Rohis adalah tempat menyemai bibit-bibit radikalisme. Saat itu pula pembina Rohis dari luar itu langsung melakukan pendekatan kepada kepala sekolah.
“Mereka saat itu tidak tahu bagaimana maksud perkataan saya. ‘Mereka bertanya maksudnya bagaimana pak?’ Mereka itu akrab dengan saya sering main ke rumah saya juga. Saya
jawab, maksud saya, ‘ketika mengisi ceramah di depan anak-anak saya tolong jangan diisi dengan ceramah yang terlalu keras (radikalisme). Contoh, anak-anak
diputarkan video soal perang Ambon dan itu yang saya takutkan bila di sini diisi seperti itu. Mereka menjawab tidak pak, tidak seperti itu. Kita itu tetap Indonesia, bagus dan tidak terlalu panas,” cerita Siswanto.
Kepala Sekolah SMA 13 Semarang Endah DW mengaku sangat senang dengan murid-muridnya. Endah betul-betul gembira dengan anak didiknya karena menyaksikan kerukunan, keakraban, dan kekompakan siswanya meski berbeda latar belakang agama. “Ini berkat program Sekolah Damai Wahid Foundation,” tukas Endah.
Kebahagiaan Endah bukan tanpa sebab. Kondisi kerukunan yang sangat lekat di SMA 13 ini merupakan perkembangan yang sangat baik di sekolahnya. Semula, siswa yang berbeda latar belakang agama itu belum seakrab saat ini. Namun, karena seringnya mereka bertemu dan berkegiatan bersama, akhirnya semakin dekat dan bahkan bekerjasama hingga memenangi lomba.
“(Sekolah) kita kan ada di pinggiran, pasti orang tahu bahwa di sekolah pinggiran Mijen mayoritas Muslim. Awalnya siswa Muslim dan siswa Nasrani memang tidak ada masalah. Tap kan saling cuek, acuh tak acuh gitu. Setelah kami mencanangkan Sekolah Damai siswa, dapat workshop (keberagaman) itu ada perubahan. Bahwa hubungan siswa Muslim dan Non Muslim itu bagus,” sambung Endah.
Kesan paling menarik bagi Endah sebagai kepala sekolah, suatu ketika menghadiri peringatan Natal. Di situ ada hiburan meski acaranya sederhana. Siswa Nasrani pun mengisi panggung hiburan dengan musik baik itu vokalnya ataupun yang mengiringi itu. Di lain kesempatan, lanjut Endah, saat ada peringatan Maulid Nabi SAW, ia melihat anak saya sama bermain musik rebana. Ketika perayaan Natal, siswa itu mengisi hiburan perayaan Natal dan ketika Maulid Nabi dia turut dalam grup qasidah.
“Saya tanya kepada guru di samping saya. ‘Lo, mbak agamane iki opo? Nasrani, buk’. Itu yang gitar itu juga Kristen’ dan dia malah pakai peci. Kalau yang vokal itu dia hanya kerudung disampirkan ala Muslimah zaman dulu. Kalau kami jilbabannya hanya memakai kerudung gitu kan nggak masalah dan itu terjadi di sini. saya mbatin saja inilah peningkatan SMA 13 dari adanya Sekolah Damai. Itu kesan pertama yang tidak akan pernah saya lupakan”.
“Setelah itu (selesai acara) saya tanya sama anaknya, ‘Dik, kamu nyanyi qasidah gitu gak apa-apa? (Dia jawab) Gak apa-apa, Buk’. Awalnya dia ikut lomba itu, lalu ikut tampil,” sambung Endah.
Kepala Sekolah SMA 11 Semarang Supriyanto bercerita, atas itu semua ia terinspirasi membuat taman persatuan karena pengalamannya di beberapa sekolah. Sebagai kepala sekolah ia berkomitmen mewujudkan sekolah damai, harmoni, sekolah tanpa perbedaan.
“Dari pengalaman-pengalaman itu, (sejak) saya jadi wakil, jadi kepala sekolah, saya komitmen tidak (perlakuan) ada perbedaan. Di sini pun (SMA 11) kalau temen-temen kita perlu ada ruangan untuk gereja buka aja. Silahkan cari tempat, tak gawekne saya, cari tempat yang kosong. Kalau ada acara besar (hari raya) pakai di serba guna dulu, saya dukung,” kata pria kelahiran Mranggen, Demak ini.
Toleransi Bukan Konsesi
Toleransi diuji kala ada perbedaan, hidup bersama dalam satu tempat yang terdapat perbedaan. Oleh karenanya toleransi bakal muncul saat orang hidup di tengah perbedaan.
“Apakah bapak ibu memiliki kelompok yang tidak disukai? Pertanyaan pertama dalam sebuah survei,” ungkapnya.
Toleransi ada karena perbedaan dan ketidaksukaan bukan untuk membuat sama tapi bersama dalam perbedaan.
“Toleransi bukan seperti jus, ia menjelma menjadi kebersamaan dalam perbedaan kehidupan,” tuturnya.
Kelahiran toleransi berasal dari dari pengetahuan, kesadaran dan penerimaan bukan sebuah konsesi. Penguatan toleransi harus dimulai dari kesadaran dan pengakuan atas masalah, bukan penyangkalan.
Alam, sapaan akrabnya mengapresiasi Jawa Tengah yang selalu konsisten menjaga keharmonisan antar komunitas. Berdasarkan asesmen Wahid Foundation, Provinsi Jawa Tengah berada di peringkat teratas ketimbang Jawa Barat, Jawa Timur dan DKI Jakarta.
“Keterbukaan pemerintah dengan aktor aktivis, penghayat (agama lokal). Saya melihat pengalaman model lokal dapat dirumuskan agar dapat digunakan pihak-pihak lain,”pungkasnya. (Reporter: Rais)