Banyak Penghayat Masih Ber-KTP Agama

[Kudus, -elsaonline.com] Status penghayat kepercayaan di Kudus, masih mengikuti salah satu dari enam agama dalam pengisian kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP). Padahal, pada praktiknya banyak yang melakukan ritual berdasarkan keyakinan penghayat kepercayaan walaupun masih tertutup. Hal tersebut disampaikan oleh Sukamto, Ketua Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK) Kabupaten Kudus saat ditemui elsaonline.com di kediamannya, Desa Tenggeles, Mejobo, Kudus, Sabtu (6/12/14).

“Dalam perilaku keseharian, mereka tidak menjalankan ibadah salah satu dari enam agama ‘yang diakui’ oleh negara. Mereka masih mempraktikan ritual menurut keyakinannya sebagai penghayat kepercayaan,” tutur Sukamto sembari menikmati kopi yang sudah tersedia di meja tamu.

Salah satu induk persoalan ini diawali adanya peraturan tentang pemakaman umum yang tidak ada pengawalan sepenuhnya dari pihak terkait. Pemakaman hanya diklaim oleh satu agama, padahal tanah tersebut milik negara/umum.

“Disini ada tempat pemakaman umum yang diklaim atas agama Islam. Sehingga, penghayat kepercayaan tidak diperbolehkan dimakamkan di pemakaman tersebut,” jelas Sukamto dengan pesimis.

Sukamto menambahkan, merupakan agama itu berisi ketuhanan dan kemerdekaan. “Yang namanya kepercayaan itu kawuruh atau pengetahuan, dan pengetahuan bersandar pada rasa. Jadi, tidak ada paksaan dalam memilih keyakinan,” tambahnya. Sukamto berharap, pihak pemerintah ada usaha untuk melakukan penyadaran bagi setiap warganya. Bahwa, dalam kehidupan beragama kesadaran pada rasa percaya terhadap Tuhanlah yang harus ditekankan,bukan pembatasan dalam memilih keyakinan atau beragama.

Keberadaan Tuhan itu tidak bisa diukur atau dibatasi oleh satu aturan. “Lalu, disini penyadaranlah yang harus ditanamkan. Keberadaan Tuhan itu tidak bisa diukur atau dibatasi oleh satu aturan,” sarannya.

“Penghayat masih tersandera, dianggap orang tidak beragama. Kata-kata umat beragama tidak tepat, seharusnya umat tuhan. Walaupun Undang-undang adminduk (administrasi dan kependudukan, red) sudah diperbaharui, tapi aparat desa tidak paham dan masih saja mempersulit penghayat,” tandasnya. [elsa-ol/Yono-@cahyonoanantato]

Baca Juga  Penghayat Hendaki Kepercayaan Diakui Sebagai Agama
spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Memahami Dinamika Konflik melalui Segitga Galtung: Kontradiksi, Sikap dan Perilaku

Oleh: Tedi Kholiludin Johan Galtung dikenal sebagai pemikir yang karyanya...

Laporan Tahunan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Jawa Tengah 2024

ELSA berusaha untuk konsisten berbagi informasi kepada public tentang...

Laporan Tahunan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Jawa Tengah 2023

Laporan tahunan kehidupan keagamaan di Jawa Tengah tahun 2023...

Nahdlatul Arabiyyah Semarang: Jejak Keturunan Arab yang Terlupakan

Oleh: Tedi Kholiludin Pertumbuhan organisasi keturunan Arab di Hindia Belanda...

Dompet di atas Meja: Status Kesehatan dan Konfidensialitas dalam Ruang Sosial Kita

Oleh: Tedi Kholiludin Saya terbiasa meletakkan dompet di rumah pada...

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini