Catatan Kecil Bersama eLSA

FotoOleh: Muhammad Zainal Mawahib

Pertama kali saya menginjakkan kaki di Semarang, tepatnya tanggal 7 Agustus 2009. Pada waktu itu saya belum mengenal yang namanya eLSA (Lembaga Studi Sosial dan Agama). Bahkan saya kenal dengan nama itu ketika awal-awal masuk semester 4. Itu pun karena berkat bergabung di LPM Justisia -sebuah lembaga penerbitan mahasiswa yang berada di lingkungan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang.

Masih teringat betul, pada waktu itu saya bergabung di Justisia ketika semester 3. Maklum saja ketika semester 1 dan 2 masih belum berani untuk aktif di berbagai organisasi, baik intra maupun ekstra yang ada di lingkungan kampus. Ketakutan kalau kuliahnya keteteran dan berantakan. Setelah setahun menjalani kuliah dan Alhamdulillah berjalan dengan lancar, akhirnya saya memutuskan untuk bergabung di Justisia. Sebuah lembaga penerbitan dan sekaligus tempat mengkaji dan diskusi tentang filsafat, sosiologi dan fiqh kontemporer.

Selama berproses di Justisia, mulai dari membuat tulisan hingga diskusi rutinan, dan suatu ketika terdengar namanya eLSA. Usut demi usut, ternyata ini adalah sebuah komunitas di mana mempunyai hubungan yang erat dengan Justisia. Atau sering disebut sebagai wadah untuk alumni Justisia yang ingin mengembangkan wacananya.

Kembali ke eLSA, pertama kali masuk ke kantor eLSA, suasananya seperti kontrakan. Kontrakan yang berada di Perum Pandana Merdeka Blok N No. 23 Ngaliyan Semarang. Masih tampak jelas, waktu itu temboknya berwarna orange muda, dengan suasana ruangan yang sempit dengan tumpukan buku yang banyak sekali. Walaupun begitu, ruangannya tertata tertib. Jadi memang ada ruangan yang dijadikan membaca buku, ruang diskusi, ruang tidur, ruang tamu dan dapur.Bagi yang suka membaca, menulis dan diskusi, tentu cocok sekali tempat seperti ini, terlebih dengan fasilitas yang lengkap, khususnya wifi.

Baca Juga  Warga Tionghoa Semarang Peringati Haul Gus Dur

Bagi saya, di eLSA seperti kampus non formal. Mengapa demikian? Karena banyak sekali pelajaran yang saya terima dan saya rasakan. Mulai dari kajian fiqh kontemporer, kajian keislaman, sosiologi, filsafat, HAM, pluralisme, toleransi dan hukum. Bedanya dengan di kampus hanya sistemnya saja. Kalau dalam hal transformasi keilmuan, mungkin di kampus kalah efektifnya apabila dibandingkan dengan di eLSA. Sebab dituntut kesadaran dari masing-masing, bukan berupa paksaan seperti di kampus.

Agenda diskusi menjadi agenda yang rutin sering dilakukan. Meskipun diskusi tersebut kecil namun tetap menarik untuk dilakukan. Tidak lain ini karenayang aktif di eLSA dari berbagai latar belakang yang berbeda. Ada yang dari hukum, sosiologi, ekonomi, politik, kitab kuning dan juga ilmu falak. Sehingga warna warni ini menambah kebendaharaan perspektif dalam berwacana.

Dari diskusi dan kajian kecil, banyak sekali pelajaran-pelajaran baru yang saya terima. Dan pelajaran tersebut tidak saya terima di bangku kuliah. Terlebih saya mahasiswa yang mengambil Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah Konsentrasi Ilmu Falak. Kalau pun saya terima di bangku kuliah hanya sebatas tahu saja dan tidak mendalam.Di mana yang dikaji soal wacana hisab dan rukyat, dan yang tidak ketinggalan ciri khas anak falak adalah menghitung dan menghitung.

Pengalaman yang paling saya rasa ketika bergabung di eLSA adalah pengalaman lapangan -terjun langsung ke lapangan untuk menggali data dan pengetahuan dari para penghayat kepercayaan. Dari sini tidak hanya mengetahui tentang penghayat kepercayaan yang berkembang, tetapi juga pelajaran dan pendidikan dari mereka, terutama dalam hal pelajaran soal makna kehidupan. Tali silaturrahim dengan para penghayat pun erat sekali, mulai dari rasa persaudaraan, kesederhanaan, kekeluargaan dan sebagainya tampak harmonis sekali.

Baca Juga  Iman Abu Thalib dan Akidah Ahli Sunnah

Bangga sekali bagi saya bisa ikut berpartisipasi aktif untuk ikut andil dalam tubuh eLSA. Mungkin tidak seimbang apa yang saya berikan kepada eLSA apabila dibandingkan dengan apa yang saya terima dari eLSA. Kantor yang nyaman dengan segala fasilitas yang ada memberikan kenyamanan tersendiri untuk tinggal di eLSA. Terkhusus ilmu-ilmu yang saya dapat di eLSA. Saya tidak bisa membalas itu semua, bahkan apabila dirupiahkan mungkin tidak dapat hitung. Saya hanya bisa mengabdikan diri untuk melakukan yang terbaik untuk eLSA. Mengabdi di kantor, mulai dari membersihkan ruangan, ngepel, nyuci piring, menyapu, merapikan dapur, menyirami bunga dan sebagainya. Saya yakin, apa yang saya berikan tidak sebanding dengan apa yang saya terima. Akan tetapi hanya itu yang mampu saya berikan.

Sedikit keinginan saya terkait untuk pengembangan keilmuan dan wacana bagi penghuni eLSA, alangkah baiknya dibuat sebuah kegiatan rutinan yang didesain seperti sistem pondok pesantren. Kegiatan rutinan itu bisa berupa kajian kitab kuning, pelajaran Bahasa Arab, pelajaran Bahasa Inggris dan Yasinan dan Tahlilan setiap malam Jum’at untuk digalakkan kembali. Terutama dalam hal bahasa, sebab ini penting sekali untuk proses pengembangan. Kebiasaan dalam berbahasa keseharian menjadi modal utama dalam menambah hafalan kosakata.

Dalam kegiatan rutinan tersebut tidak perlu mengeluarkan isi kantong, tapi kesadaran penghuni eLSA menjadi penting. Toh juga itu untuk kebaikan mereka. Sehingga kita bisa saling belajar bersama. Bahkan mempersilahkan yang orang luar untuk ikut dalam rutinan tersebut. Istilahnya dari kita dan hasilnya juga untuk kita sendiri.

Terlepas dari semua yang di atas tersebut, saya sangat apresiasi sekali kepada eLSA yang telah mencetak generasi yang berwawasan. Semoga namamu akan selalu berkibar manakala karyamu selalu engkau berikan. Maka dari itu mari kita bersama-sama mengibarkan bendera eLSA melalui wacana dan kajian yang engkau berikan.

Baca Juga  Kuasa, Agama dan Tubuh

Pada catatan kecil ini, saya pribadi mengucapkan selamat ulang tahun eLSA (Lembaga Studi Sosial dan Agama) ke-9, semoga namamu dan kiprahmu dalam dunia wacana dan kajian akan selalu dikenang oleh masa. Masa 9 tahun tidaklah waktu yang pendek. Ibaratnya seorang anak yang akan memasuki masa puber. Sebuah masa yang penuh tantangan, baik tantangan dari internal maupun eksternal. Semoga kiprahmu akan selalu menghiasi dunia.

Fighting eLSA!!!
Ganbatte forever !!!!!!!!!

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Buku Dinamika Inklusivitas Pemimpin Informal Lokal bagi Kebebasan Beragama...

Refleksivitas dan Masyarakat Pascatradisional

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam pengantar bukunya, “Beyond Left and Right:...

De Las Casas dan Perlawanan atas Kolonialisme: Cikal Bakal Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Bartolomé de las Casas (1485–1566) adalah seorang...

Tiga Tema Alkitab sebagai Basis Teologi Pembebasan

Oleh: Tedi Kholiludin Dalam "Justice and Only Justice: A Palestinian...

Kekristenan Palestina dan Teologi Pembebasan: Berguru Pada Naim Stifan Ateek

Oleh: Tedi Kholiludin Ia adalah seorang Palestina dan bekerja sebagai...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini