[Semarang –elsaonline.com] Entah apa yang terlintas ketika mendengar kata “pelacur”? Yang jelas pemahaman mayoritas orang, pelacur adalah orang yang sarat dengan kenistaan, tak bermoral, menyimpang dari aturan agama dan cap buruk lainnya. Stigma tersebut hendak kami sibak. Ada sisi-sisi lain dari kehidupan malam pramuria yang perlu diketahui.
Kami menelusuri beberapa sudut dimana para pramuria berkumpul di Kota Semarang. Ada perbincangan yang sangat getir.
Beberapa waktu lalu, elsaonline terjun ke tempat hiburan malam yang ada di luar lokalisasi, —yang kerap pemerintah menamakan dengan hiburan liar— diantaranya di tepi-tepi jalan kota lama dan juga lokalisasi langsung yaitu Sunan Kuning.
Setelah menelusuri kawasan Kota Lama, kami berhenti di jembatan berok. Belum saja mengajak bicara, para wanita malam itu sudah terlebih dahulu menawarkan jasa-jasa mereka seagai wanita penghibur. “Mas silahkan, mau paketan dua orang bisa, mau smabil minum 300 ribu, kalau cuma karaoke 200 mas. Kalau mau sambil making love (ML) paketan murah mas 400 ribu. Mau pilih yang muda apa yang tua mas, disini banyak yang masih SMA,” tawar Sari (bukan nama sebenarnya).
Kehidupan di tepi-tepi jalan tersebut ternyata tidak mutlak hanya para wanita penghibur. Dibelakang para wanita cantik itu ternyata ada laki-laki berbadan tegap dan bermuka sangar yang menjaganya. Dalam kondisi seperti ini, kami mencoba berlagak seperti orang yang sudah biasa. Bicara tanpa terbata-bata. Namun sepertinya mereka tau kalau kami bukan orang yang terbiasa. Karena lama kami tidak mengambil keputusan atas tawaran-tawaran mereka akhirnya laki-laki berbadan tegap menyambangi kami.
Dengan nada tegas dua laki-laki bermuka sangar itu berkata setengah memaksa agar kami mau diajak oleh wanita-wanita malam itu. “Mas yang jelas, mau ngapain kesini, kalau iya cepat, karena di tepi jalan banyak rajia polisi. Kalau mau tawr menawar di dalam saja. Biar tidak dipinggir jalan,” tegas laki-laki tersebut.
Beruntung waktu itu ada laki-laki lain yang datang sehingga bisa mengalihkan perhatian dua laki-laki tersebut. Tak menyia-yiakan kesempatan, kami langsung pergi. Di sepanjang jalan kami berbicara, ternyata memang tidak mudah masuk ke dunia hiburan untuk sebuah penelitian.
Kesulitan itu pertama, memang asumsi para wanita penghibur malam tersebut seiap orang yang masuk ke lokasi adalah laki-laki yang hendak mencari kesenangan. Sehingga setiap laki-laki yang datang tanpa ditanya dulu hendak apa. Mereka langsung saja menawarkan jasa-jasa mereka yang biasa dilakukan setiap malamnya.
Di sebuah titik di daerah Kampung Kali, elsaonline didekati oleh perempuan-perempuan seksi dan cantik. Yang dilakukan perempuan itu tak jauh beda dengan apa yang dilakukan oleh mereka yang ada di Kawasan Kota Lama. elsaonline ditawarkan “beberapa menu” hiburan malam. Bahkan sembari memegang-megang tangan sembari merayu. “Mas silahkan, disni enom-enom loh mas, mau pilih yang berapa? Ada yang 100 ko mas,” rayu Bunga (bukan nama sebenarnya).
Selain pergi ke Kampung Kali serta Kawasan Kota Lama, kami juga menyambangi Resosialisasi Argorejo atau yang biasa disebut Lokalisasi Sunan Kuning (SK). Tempat ini menjadi area dimana Wanita Pekerja Seks (WPS) dilindungi oleh pemerintah. Suasana di lokalisasi Sunan Kuning (SK) Semarang memang sangat berbeda dengan tempat hiburan malam yang ilegal dipinggiran jalan. Di lokalisasi SK para wanita penghibur malam tidak begitu agresif terhadap laki-laki yang datang ke lokasi tersebut.
Namun jika pembaca semua masuk ke daerah lokalisasi, bisa melihat banyak perempuan cantik dari yang paling muda hingga yang paling tua berjejer di depan rumah. Ketika kami kebingungan datang ke tempat hiburan malam karena para penghuni terlalu agresip, kini kami kebingungan masuk ke lokalisasi karena banyak perempuan yang berjajar asyik bersenda gurau dengan teman-temanya. [elsa-ol/Cep&KA-@Ceprudin&@khoirulanwar_88]