Yang Pertama di Bangku Kuliah: Tentang Komunitas Sedulur Sikep yang Studi di Perguruan Tinggi

Oleh: Tedi Kholiludin

Namanya Priyo Utomo. Usianya kurang lebih 18 atau 19 tahun. Kini, ia berstatus sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang. Uut, begitu kami biasa menyapanya adalah anak kedua dari pasangan Karsono-Ngatirah. Keluarga ini berasal dari Dukuh Kaliyoso Desa Karangroto, Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus.

Uut adalah generasi muda Sedulur Sikep atau penganut Agama Adam yang masyarakat mungkin lebih familiar menyebutnya sebagai Wong Samin; Orang Samin. Ia orang pertama dari generasi Sedulur Sikep di Kudus yang menginjakkan kaki di bangku kuliah. Terhitung sejak tahun 1980-an, penganut Agama Adam di daerah Kudus memang tak menutup ruang bagi anak-anaknya untuk bersekolah formal, sebuah aktivitas yang mulanya tak diperkenankan sebagai aturan tak tertulis di lingkungan mereka. Setiap tahunnya sekitar 10-15 anak-anak Sedulur Sikep ada di jenjang Dasar hingga Menengah.

Kegiatan sekolah di lembaga formal, sejauh ini kebanyakan terbatas pada level Menengah Pertama dan sedikit di jenjang Menengah Atas atau yang setara dengannya. Hingga tahun 2022 kemarin, belum ada yang berkuliah sampai kemudian Uut menjadi lakon sebagai warga Sedulur Sikep (Kudus) pertama yang berkuliah.

Setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA) kedua orang tuanya memang berniat untuk mendorongnya berkuliah. Uut pun bersedia. Ia rupanya cukup antusias. Karsono, ayah Uut, serta Budi Santoso salah satu yang dituakan di kalangan warga Sedulur Sikep Kudus, kemudian menghubungi kami di Yayasan ELSA untuk membantu mengarahkan studi Uut.

Sejak ELSA mulai menjadi karib teman-teman Sedulur Sikep di Kudus, kerap muncul percakapan kecil diantara mereka. Jika saja ada salah satu atau salah dua anak-anak yang berniat melanjutkan studi, akan sangat relevan kalau mereka mengambil jurusan hukum. Faktor yang kerapkali dihadapi oleh kelompok minoritas, salah satunya adalah persoalan hukum, baik yang menyangkut pelayanan administrasi kependudukan, pencatatan pernikahan dan sebagainya. Hingga kemudian datanglah kesempatan tersebut.

Baca Juga  Cipto Mangoenkoesoemo dan Suwarsinah

Meski keinginan untuk berkuliah itu ada, ditambah dengan dorongan yang kuat dari komunitasnya, jalan Uut untuk studi lanjut di perguruan tinggi tidak mudah, karena soal biaya. Orang tuanya agak keberatan karena biaya kuliah ternyata tidaklah murah. Mereka kemudian menceritakan keluhan ini kepada kami di ELSA.

Dua orang punggawa ELSA, Ubbadul Adzkiya dan Ceprudin turun dan turut mengawal proses ini. Ubbad membantu melengkapi syarat-syarat administratif, Ceprudin meyakinkan pihak kampus soal Uut dan latar belakangnya. Dengan jalan yang agak berliku, Uut akhirnya bisa bisa berkuliah dengan skema pembiayaan Program Kartu Indonesia Pintar (KIP). Namanya tercatat dalam Surat Keputusan Rektor Untag Nomor 2.083/SK/A.04.06/VII/2022 sebagai satu dari 44 mahasiswa baru di kampus tersebut.

Perubahan Paradigma
Sejak era reformasi, kelompok Sedulur Sikep di Kudus turut terlibat dalam pelbagai aktivisme. Mereka mencoba turut belajar tentang hak-hak dasar mengenai warga negara. Mulai mengenali hak untuk beragama, mendapatkan pendidikan, layanan kesehatan dan lain sebagainya.

Sikapnya terhadap negara dan pemerintah tidak reaktif atau rejektif. Pada bagian tertentu, mereka cukup kritis, tapi pada bagian lain, akomodatif. Dalam hal layanan pendidikan keagamaan di sekolah misalnya, mereka sangat kritis. Namun, ketika berbicara tentang pelibatan dalam berbagai kegiatan pemerintah, mereka tak menampik. Pelan-pelan mulai ada perubahan paradigma dalam membangun relasi dengan pemerintah.

Hingga akhirnya, pada tanggal 27 Januari 2018, keluarlah akta nomor 01 tentang Pendirian Perkumpulan Penghayat Kepercayaan Wong Sikep Samin (Samin) yang kemudian didaftarkan pada tanggal 7 Maret 2018 di Kantor Kesbangpol dan Linmas Propinsi Jawa Tengah. Dengan tercatatnya komunitas Sedulur Sikep di lembaga negara, kelompok ini memiliki peluang untuk menyelesaikan persoalan pelayanan publik yang menderanya. Tidak seluruh persoalan bisa terurai memang, tetapi ada problem yang bisa difasilitasi karena sikap akomodatif ini.

Baca Juga  Penganut Ajaran Samin Curhat Kepada Lurah

Saya memahami kehadiran Uut di lembaga pendidikan level sarjana merupakan bagian dari konsekuensi perubahan paradigma komunitas Sedulur Sikep. Sejak awal ELSA terlibat dalam upaya penguatan kapasitas, masalah administrasi kependudukan adalah pokok yang kerap hadir. Dalam level penerimaan sosial, meski ada riak tetapi relatif bisa teratasi, khususnya di desa dimana Sedulur Sikep tumbuh dan berkembang. Karsono tercatat pernah menjadi Ketua RT atau Rukun Tetangga di Karangrowo.

Selain bagian dari kerangka besar perubahan paradigma, fase ini merupakan langkah penting bagi Sedulur Sikep untuk meniti langkah dalam menciptakan teras baru bagi generasi mudanya. Mafhum diketahui, sebagian besar pemuda mereka bekerja sebagai buruh bangunan atau bertani. Malah, hanya tinggal orang tuanya saja yang mengelola sawah, sementara kaum mudanya merantau ke tempat lain. Ketika ada yang memutuskan melanjutkan studi, akan sangat mungkin ada ruang baru dengan Sedulur Sikep sebagai salah satu pemberi warnanya.

spot_imgspot_img

Subscribe

Artikel Terkait

Buka Bersama di Rumah Pendeta

Oleh: Muhamad Sidik Pramono Langit Salatiga Senin sore 18 Maret...

Tak Semua Peperangan Harus Dimenangkan: Tentang Pekerjaan, Perjalanan dan Pelajaran

Tulisan-tulisan yang ada di buku ini, merupakan catatan perjalanan...

Moearatoewa: Jemaat Kristen Jawa di Pesisir Tegal Utara

Sejauh kita melakukan pelacakan terhadap karya-karya tentang sejarah Kekristenan...

Bertumbuh di Barat Jawa: Riwayat Gereja Kristen Pasundan

Pertengahan abad ke-19, Kekristenan mulai dipeluk oleh masyarakat di...

Pengaruh Lingkungan Pada Anak Kembar yang Dibesarkan Terpisah

Anak kembar adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini