
Jakarta, elsaonline.com – Direktur Wahid Fondation, Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman atau yang akrab disapa Yenny Wahid menyampaikan, ada 0,4 persen Muslim Indonesia pernah terlibat radikalisme.
Data mengejutkan itu merupakan hasil penelitiannya yang disampaikan pada acara “Simposium Nasional Peran Ibu Untuk Perdamaian” terkait dengan radikalisme dan intoleransi di Indonesia.
“Saya ingin tahu bagaimana sih potret toleransi di Indonesia dan kami bikin survei bersama LSI karena kami ingin hasil survei yang kredibel, dan hasilnya sebanyak 0,4 persen mereka mengaku pernah terlibat (radikalisme),” kata Yenny Wahid di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Senin, 4 Desember 2017 seperti dalam rilisnya, kemarin.
Menyumbang Dana
”(Keterlibatan itu) baik ikut terlibat aktif (langsung) maupun yang menyumbang dana pada gerakan radikal dan intoleran,” sambung Yenny.
Ia mengatakan angka tersebut sangat fantastis. Jika dihitung prosentase dari angka penduduk di Indonesia, maka yang terlibat radikalisme hampir mencapai angka 600 ribu orang di Indonesia.
“Kelihatannya sedikit angka 0,4 persen itu, tapi jika diambil dari jumlah penduduk di Indonesia, maka dtemukan angka 600 ribu orang pernah terlibat, ini kan sangat mengkhawatirkan,” terangnya.
Selain angka orang yang terlibat dalam gerakan radikal, Yenny juga menemukan angka lain yakni sebanyak 7,7 persen ternyata orang Indonesia yang memiliki potensi terlibat dalam gerakan radikalisme, jika ada kesempatan.
“Kami juga mendapatkan angka 7,7 persen orang Indonesia yang berpotensi untuk terlibat dalam gerakan radikal, jika ada kesempatan. Atau sebanyak 11 juta orang Indonesia jika dilihat dari jumlah penduduk di Indonesia,” terangnya.
Menolak Radikalisme
Namun demikian, lanjut Yenny, ada juga temuan angka 72 persen warga Indonesia yang menolak aksi dan tindakan radikal. Bagi Yenny, inilah opportunity bagi Indonesia untuk mencegah berkembangnya paham dan gerakan kelompok radikal termasuk pihak-pihak yang berpotensi untuk terlibat.
“Good News-nya adalah 72 persen orang Indonesia menolak radikal. Jadi ada ratusan juta yang menolak tindakan radikal,” ujar Yenny.
“Bagusnya adalah kita bisa melakukan tindakan pencegahan gerakan radikal. Mumpung masih 0,4 persen kita lakukan tindakan untuk memperkecil dan agar tidak semakin melebar,” imbuhnya. [Cep/003]