Oleh: Iwan Madari
Pemerhati Budaya Jepang, Tinggal di Semarang
Menciptakan pranata sosial adalah bagian integral dari perkembangan manusia sebagai makhluk sosial. Meskipun tidak mungkin menentukan titik waktu pasti ketika manusia pertama kali menciptakan pranata sosial, namun pranata-pranata ini telah ada dalam berbagai bentuk sepanjang sejarah manusia.
Ketika manusia mulai hidup dalam kelompok-kelompok sosial untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, perlindungan, dan reproduksi, mereka secara alami mengembangkan norma-norma dan aturan yang mengatur interaksi dalam kelompok. Pranata-pranata sosial awal ini mungkin termasuk cara berburu, membagi sumber daya, mengatur hubungan keluarga, dan menghormati kepercayaan spiritual.
Contoh awal pranata sosial di antaranya:
Keluarga: Kelompok keluarga merupakan bentuk pranata sosial yang muncul sejak manusia pertama kali hidup dalam kelompok berdasarkan ikatan keluarga. Struktur keluarga dan peran-peran dalam keluarga membantu dalam pembagian tugas dan perawatan anak-anak.
Pertanian dan Kehutanan: Ketika manusia mulai beralih dari gaya hidup berburu dan mengumpulkan makanan menjadi kehidupan berbasis pertanian dan pertambangan, pranata-pranata yang mengatur bagaimana lahan dikelola dan hasil tanaman dibagi menjadi lebih penting.
Agama dan Ritual: Pranata agama dan ritual muncul ketika manusia mulai merenungkan fenomena alam dan mencari makna dalam kehidupan mereka. Agama membantu mengatasi ketidakpastian dan memberikan panduan moral.
Politik: Pembentukan kelompok sosial yang lebih besar membawa kebutuhan untuk mengatur cara pengambilan keputusan dan alokasi sumber daya. Ini menjadi awal dari struktur politik dan pemerintahan.
Seiring berjalannya waktu dan perkembangan budaya, teknologi, dan pemikiran manusia, pranata-pranata sosial terus berkembang dan berubah sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat. Pranata-pranata sosial ini menjadi jaringan kompleks norma-norma, aturan, dan lembaga yang membentuk masyarakat dan memberikan kerangka kerja bagi interaksi manusia.
Fenomena di mana manusia menciptakan pranata sosial, termasuk agama, untuk memungkinkan kelangsungan hidup mereka tetap eksis dan kemudian mengalami perubahan di mana manusia mulai hidup untuk mempertahankan pranata sosial tersebut dapat dijelaskan melalui beberapa konsep sosiologis dan psikologis.
Keamanan dan Kontrol: Manusia pada dasarnya menciptakan pranata sosial, seperti agama dan aturan sosial, untuk menciptakan kerangka kerja yang memungkinkan kelangsungan hidup yang lebih aman dan teratur. Pranata ini memberikan struktur dan kontrol atas perilaku dan interaksi manusia dalam masyarakat. Pada awalnya, ini membantu menjaga ketertiban dan mengurangi ketidakpastian.
Makna dan Identitas: Agama dan pranata sosial lainnya memberikan makna dan tujuan kepada kehidupan manusia. Mereka mengatasi pertanyaan-pertanyaan yang fundamental seperti mengapa kita ada di dunia ini dan apa tujuan hidup kita. Selain itu, pranata sosial membentuk identitas individu dan kelompok, memberikan rasa persatuan dan identitas bersama.
Ketidakpastian dan Ketergantungan: Manusia memiliki keterbatasan dalam memahami dan mengatasi semua aspek dunia dan kehidupan. Agama dan pranata sosial lainnya menyediakan panduan, harapan, dan pemahaman yang membantu mengatasi rasa tidak pasti dan kebingungan dalam menghadapi kompleksitas hidup.
Namun, seiring waktu, ada kemungkinan bahwa pranata sosial ini menjadi alat kontrol dan manipulasi oleh kelompok tertentu yang ingin mempertahankan kekuasaan atau mempengaruhi masyarakat sesuai dengan kepentingan mereka. Ini dapat mengarah pada situasi di mana manusia mulai hidup untuk mempertahankan pranata sosial tersebut, bahkan jika pranata tersebut tidak lagi memenuhi kebutuhan mereka secara optimal.
Dalam beberapa kasus, agama atau pranata sosial dapat dikorbankan oleh individu atau kelompok yang ingin mengamankan kepentingan pribadi atau kelompok mereka. Hal ini bisa berdampak negatif pada masyarakat, karena fokusnya beralih dari nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan menjadi lebih terpusat pada kekuasaan dan pemeliharaan status quo.
Oleh karena itu, fenomena ini menggambarkan bagaimana pranata sosial yang awalnya diciptakan untuk mendukung eksistensi manusia bisa berubah menjadi alat yang mengatur dan mengontrol mereka. Perubahan ini mencerminkan dinamika kompleks dalam hubungan antara individu, masyarakat, dan struktur sosial yang mereka ciptakan.
“Gundam Unicorn” adalah sebuah seri anime fiksi ilmiah yang merupakan bagian dari waralaba “Mobile Suit Gundam.” Dibuat oleh Sunrise, “Mobile Suit Gundam” adalah salah satu franchise anime paling terkenal dan berpengaruh dalam sejarah animasi Jepang, dengan sejumlah seri dan film yang menggambarkan konflik antara robot tempur raksasa yang dikenal sebagai “Mobile Suits” dalam berbagai latar belakang dan kronologi. “Gundam Unicorn” adalah salah satu dari serangkaian kisah yang berlatar di dunia futuristik yang penuh dengan konflik politik, perang, teknologi tinggi, dan pertimbangan moral.
Dalam cerita “Mobile Suit Gundam Unicorn,” tokoh utama bernama Banagher Links menemukan dirinya terlibat dalam konflik antara Federasi Bumi dan sejumlah kelompok yang menginginkan kemerdekaan bagi koloni manusia di luar Bumi. Pusat cerita ini adalah perjuangan untuk mengendalikan “Laplace’s Box,” artefak misterius yang dianggap memiliki potensi untuk mengubah jalannya sejarah dan mengungkapkan rahasia-rahasia penting.
Serial Gundam secara umum mengeksplorasi tema-tema kompleks seperti perang, politik, identitas, moralitas, dan dampak pranata sosial dalam masyarakat. Dengan aksi yang epik dan karakter yang kompleks, “Gundam Unicorn” adalah cerita yang mendalam dan bermakna yang merangkul berbagai elemen klasik dari waralaba “Mobile Suit Gundam” sambil membawa narasi ke dalam tingkat baru.
“Mobile Suit Gundam Unicorn,” berfungsi sebagai kanvas menawan untuk mengeksplorasi dinamika yang rumit antara pembentukan lembaga sosial dan komitmen selanjutnya untuk pelestariannya. Dalam semesta imajinatif serial ini, tema perilaku manusia, struktur masyarakat, dan konsekuensi pelembagaan dijalin menjadi narasi yang beresonansi dengan kompleksitas dunia nyata.
Dalam semesta “Gundam Unicorn” maupun realitas kita sendiri, pendirian institusi sosial, termasuk kerangka agama, politik, dan budaya, muncul sebagai respons terhadap kebutuhan bawaan manusia akan struktur dan panduan. Dalam serial tersebut, kebutuhan koloni akan stabilitas dan pemerintahan mendorong pembentukan Federasi Bumi dan badan pengatur lainnya. Ini mencerminkan kecenderungan manusia untuk membuat sistem yang memastikan kelangsungan hidup, menawarkan makna, dan mempertahankan ikatan komunal.
“Unicorn” dalam Gundam Unicorn adalah sebuah dengan agama sebagai institusi sosial. Agama, yang awalnya dimaksudkan untuk memberikan pelipur lara spiritual, etika, dan bimbingan moral, dianut oleh masyarakat yang mencari jawaban atas pertanyaan eksistensial. Demikian pula, “Laplace Box” melambangkan entitas yang dicari yang memiliki potensi untuk mengungkap kebenaran mendasar, mirip dengan artefak atau situs religius yang memiliki makna mendalam.
Serial ini mencerminkan aspek kritis masyarakat manusia: transformasi institusi fungsional menjadi entitas kaku yang memerlukan pelestarian. Pemerintah Federasi Bumi, awalnya didirikan untuk memastikan kerja sama, berubah menjadi mesin politik yang digerakkan oleh kekuasaan dan kendali. Ini mencerminkan contoh dunia nyata di mana institusi yang dirancang untuk kesejahteraan masyarakat dinodai oleh kepentingan pribadi, menyebabkan mereka kehilangan tujuan aslinya.
Saat cerita terungkap, para karakter menemukan diri mereka bergulat dengan perjuangan antara mempertahankan sistem yang sudah mapan dan merangkul perubahan. Ini mencerminkan kecenderungan manusia untuk menolak melepaskan kerangka kerja yang sudah dikenal, bahkan ketika sudah usang. Perjalanan karakter menggemakan tantangan untuk membedakan apakah akan menegakkan norma yang ada atau menjelajah ke wilayah yang belum dipetakan demi kemajuan.
Baik dalam realitas maupun semesta “Gundam Unicorn,” fenomena paradoks hidup untuk melestarikan institusi sosial terbukti. Pencarian untuk melestarikan institusi seringkali berasal dari keinginan akan stabilitas, ketakutan akan hal yang tidak diketahui, dan kepentingan pribadi. Dinamika ini menimbulkan pertanyaan tentang tujuan sebenarnya dari institusi: apakah mereka terus melayani kesejahteraan umat manusia atau menjadi mekanisme untuk mempertahankan diri oleh beberapa orang terpilih.
“Mobile Suit Gundam Unicorn” berfungsi sebagai alegori yang menggugah pikiran, menyoroti interaksi yang rumit antara penciptaan dan pelestarian institusi sosial. Dengan menyelami perjuangan para karakter dalam menjaga keseimbangan antara kepatuhan terhadap tradisi dan merangkul perubahan, serial ini mengajak penonton untuk merenungkan peran mereka sendiri dalam melestarikan atau mengubah institusi yang membentuk kehidupan mereka.
Konvergensi “Mobile Suit Gundam Unicorn” dan fenomena dunia nyata menggarisbawahi kompleksitas perilaku manusia dan dinamika masyarakat. Sama seperti tokoh-tokoh dalam seri menghadapi tantangan mempertahankan atau mengubah kerangka kelembagaan, kita juga menghadapi dilema yang sama. Serial ini mendorong kita untuk secara kritis menilai institusi yang mengatur kehidupan kita, mengingatkan kita bahwa mengejar kemajuan dan keadilan membutuhkan kemauan untuk mempertanyakan, beradaptasi, dan, jika perlu, membentuk kembali institusi yang mendefinisikan kita.***