Semarang, elsaonline.com – Staf eLSA adakan pertemuan santai dengan Komisioner Komnas Perempuan, Kyai Imam Nakha’i di Basilia Kafe pada Jum’at, 29/07. Pada pertemuan itu Kyai Nakha’i bercerita banyak hal terutama pengalamannya bersama Komnas Perempuan ketika turun menangani konflik di daerah-daerah.
Kyai Nakha’i, begitu sapaan akrabnya, menceritakan peran perempuan di Aceh dan Ambon ketika dalam situasi konflik. Sebelumnya Kyai Nakha’i beserta tim Komnas Perempuan telah melakukan kajian di sana dan menemukan fakta bahwa perempuan berperan besar dalam penyebaran informasi dan percepatan rekonsiliasi.
“Perempuan sering dianggap sebagai kekurangan, tapi justru dalam situasi konflik seperti di Ambon banyak ngomong dan cerewet ini sebagai salah satu cara ampuh menyebarkan informasi yang cepat. Upaya-upaya (menyebarkan perdamaian) ini banyak dilakukan di pasar. Jadi, di Ambon itu pasar jadi tempat kegiatan yang positif. Ditambah lagi bahwa perempuan ini terlihat lebih soft (santai)”, Bebernya.
Di Ambon, Komnas Perempuan membangun Center of Peace untuk menjadi wadah beberapa upaya perdamaian yang terpisah-pisah.
“Ini (Center of Peace) untuk menyambungkan dan mengkoneksikan jaringan yang ada. Jadi idenya seberapa banyak upaya-upaya perdamaian itu dapat tersentral”, kata Dosen Ma’had Aly Situbondo, Jawa Timur itu.
Kyai Nakha’i juga sempat melakukan wawancara dengan dua tokoh di Ambon. Satu muslim dan satunya lagi Kristen. Menurut kedua tokoh tersebut perdamaian di Ambon masih bersifat semu.
“Perdamaian itu masih perdamaian yang kalau kita ibaratkan luka adalah luka basah, ibarat di luka jahitan perdamaian itu masih di luarnya saja. Masih banyak luka basahnya”, Tutur Kyai Nakha’i menyimpulkan apa yang pernah dikatakan kedua tokoh itu.
Sementara di Aceh pasca konflik, dirinya dan Komnas Perempuan berusaha untuk membuat narasi alternatif melalui institusi pendidikan.
“Kalau narasi utamanya ya (tetap) menghentikan ekstrimisme. Informasi tentang upaya damai itu kan juga disebarkan oleh anak-anak. Makannya kami juga masuk ke pendidikan”, Jelasnya.
Selain itu, Kyai Nakha’i juga menjelaskan peran pesantren perempuan di Aceh yang diasuh Umi Anisa sebagai agen perdamaian. “Di Aceh itu kan ada pesantren perdamaian. Dan itu pengasuhnya perempuan. Dan itu keren. Jadi korban-korban militer waktu itu disekolahkan (dimasukkan pesantren) nanti kalau sudah (pulih) baru boleh keluar,” terangnya. (Rusda)